Demokrasiana Institute: Kengototan PDIP Bukti Ketidakpekaan

Demokrasiana Institute: Kengototan PDIP Bukti Ketidakpekaan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Meluasnya penolakan masyarakat terhadap Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) sepertinya tidak membuat partai pengusung bergeming.

Demikian disampaikan Koordinator Presidium Demokrasiana Institute, Zaenal Abidin Riam dalam keterangannya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (8/7).

PDI Perjuangan selaku partai pengusung justru tetap kukuh pada pendiriannya. Bahkan, PDIP bermanuver dengan mengusulkan RUU HIP dirubah menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) atau RUU Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP).

Menurutnya, hal ini menandakan partai berlambang banteng itu tetap menginginkan RUU ini disahkan menjadi UU.

"Bila menginginkan RUU HIP dirubah menjadi RUU PIP atau BPIP, itu artinya tidak memiliki kepekaan mendengarkan aspirasi masyarakat. Aspirasi masyarakat sangat jelas, menuntut RUU HIP dibatalkan," ungkap Zaenal Abidin Riam.

Mengganti nama RUU HIP menjadi PIP atau BPIP tanpa melakukan perubahan isi secara mendasar merupakan tindakan memaksakan kemauan kelompok di atas aspirasi rakyat banyak.

"Kalau substansi isinya tidak berubah itu sama saja berusaha menghindari tuntutan masyarakat, yang terbaik adalah membatalkan RUU ini," ucap Zaenal Abidin Riam.

Memaksakan RUU HIP rawan menimbulkan tafsir tunggal tunggal terhadap Pancasila.

"RUU HIP yang sangat kental dengan pemikiran Soekarno menafikan fakta bahwa Pancasila merupakan kensensus bersama yang merupakan gabungan pikiran para pendiri bangsa, jadi sejak dicetuskannya Pancasila tafsirnya tidak tunggal, justru ia merupakan kumpulan tafsir yang digabung menjadi satu," tuturnya.

Ditambahkan Zaenal Abidin Riam, monopoli tafsir terhadap dasar negara rawan menjadikan Pancasila menjadi alat kekuasaan.

"Pancasila mesti terus menjadi ideologi terbuka, biarkan masyarakat memahami Pancasila dari sudut pandang masing-masing, ini adalah keniscayaan dalam negara demokrasi, kita masih ingat bagaimana orde baru melakukan monopoli tafsir terhadap Pancasila, yang terjadi Pancasila justru menjadi alat kekuasaan untuk membungkam lawan politik," tutupnya. (Rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita