GELORA.CO - Pengelolaan dana jemaah haji beberapa waktu lalu menjadi sorotan. Berdasarkan isu yang beredar, uang yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) digunakan untuk memperkuat mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (dolar AS).
Menyeruaknya isu tersebut tak lama setelah pemerintah Indonesia memutuskan untuk menunda keberangkatan calon jemaah haji 2020. Komisi VIII DPR RI pun menyoroti hal tersebut.
"Saya menanyakan terkait transparansi, tidak hanya dilakukan BPKH kepada calon jemaah haji melalui virtual account saja, tetapi juga kepada masyarakat umum sehingga isu yang berkembang itu tidak semakin meluas. Contohnya terkait yang sempat muncul di publik yaitu untuk menalangi penguatan rupiah," kata Anggota Komisi VIII DPR RI Nurhadi dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kepala Badan Pelaksana BPKH, Jakarta, Senin (6/7/2020).
Transparansi ini, menurut dia seharusnya menjadi pilar utama untuk BPKH sebagaimana dalam UU BPKH. Lebih lanjut Anggota DPR RI Muhammad Fauzi dalam kesempatan tersebut juga menyoroti hal serupa.
"Saya mohon maaf kalau saya boleh menyarankan Pak Anggito (Kepala BPKH) apa yang kita lakukan pada saat 1 hari Kementerian Agama membatalkan haji, kita langsung bicara tentang biaya haji akan diperuntukan untuk memperkuat rupiah, menurut saya momentumnya kurang tepat," ujarnya.
Dia menilai kecurigaan masyarakat cukup tinggi terhadap lembaga tersebut. Oleh karenanya diharapkan mereka tidak salah mengeluarkan kebijakan.
"Kecurigaan masyarakat tinggi sekali kepada pihak-pihak yang mengelola ini. Mungkin pengelolaannya oke ya, peruntukannya mungkin bisa-bisa saja, tapi momentumnya itu Pak, baru satu hari pengumuman penundaan haji), kita saja di DPR ini masih membicarakan mengenai prosesnya, tiba-tiba kita bicara itu. Nah ini menurut saya ke depan ini kalau bisa dikasih jeda lah untuk menyampaikan hal-hal yang sangat krusial di masyarakat," tambahnya.
Lalu sebenarnya di mana saja uang jemaah haji 'diparkir?
Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu menyebutkan dana haji yang dikelola oleh pihaknya mencapai Rp 136 triliun per 30 Juni 2020.
"Untuk pencapaian sampai dengan bulan Juni 2020, total dana kelolaan per hari ini atau per Juni tanggal 30, Rp 136 triliun," kata dia dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VIII DPR RI, Jakarta, Senin (6/7/2020).
Anggito menjelaskan dana kelola yang ditempatkan di bank syariah Rp 54,8 triliun. Lalu untuk investasi di sukuk Rp 49 triliun, di reksadana syariah Rp 31 triliun, di investasi langsung dan lainnya Rp 1,1 triliun. Kemudian nilai manfaat Rp 3,4 triliun.
Pihaknya belum bisa memperkirakan bagaimana peningkatan dana kelolaan untuk waktu ke depan.
"Kami belum bisa memperkirakan sampai hari ini karena kami belum bisa memperkirakan berapa dana setoran lunas itu yang mengendap dan juga dana yang berasal dari jemaah baru itu akan masuk. Tapi kurang lebih sekitar itu," ujarnya.
Sementara itu dia mengatakan ada peningkatan pembatalan haji serta anjloknya pendaftaran calon jemaah haji baru imbas pandemi COVID-19.
"Yang kedua berkurangnya jumlah pendaftar baru. Bahkan turun sampai 50% pendaftar baru ini," tambahnya.
BPKH juga menjajaki investasi di Arab Saudi untuk kepentingan para jemaah. Sayangnya rencana tersebut harus ditunda imbas batalnya ibadah haji tahun ini.
Atas alasan tersebut, Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu mengatakan rencana investasi tersebut harus ikut ditunda, salah satunya investasi di bisnis katering
"Karena tahun ini tidak dilakukan haji maka investasi kami di katering itu ditunda sementara," kata dia dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VIII DPR RI, Jakarta, Senin (6/7/2020).
Padahal dia menjelaskan pihaknya sudah intensif melakukan kajian bersama pihak Arab Saudi, tapi karena kondisi yang ada, pihaknya melakukan penundaan.
"Investasi luar negeri kami juga melakukan penundaan beberapa investasi luar negeri yang sudah dalam pipeline, termasuk katering yang sudah kita lakukan pembahasan dan pengkajian cukup intens dengan pihak Muasassah," lanjutnya.
Anggito menambahkan iklim investasi saat ini belum kondusif, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
"Ya memang memprihatinkan sekarang adalah kondisi investasi dalam negeri dan luar negeri, memang iklim investasinya belum kondusif dan returnnya juga turun karena memang investasi dalam negeri belum begitu kondusif seperti yang kita perkirakan," tambahnya. (*)