Bobol Bank Rp 1,7 T, Ini Jejak Buron Maria Pauline Lumowa Kabur Sejak 2003

Bobol Bank Rp 1,7 T, Ini Jejak Buron Maria Pauline Lumowa Kabur Sejak 2003

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Buronan Maria Pauline Lumowa tersangka pembobolan BNI 46 senilai Rp 1,7 triliun berhasil ditangkap oleh Kementerian Hukum dan HAM. Penangkapan ini dipimpin langsung oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
Maria Pauline ditangkap di Serbia, penangkapan ini kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Serbia. Delegasi Indonesia pimpinan Yasonna Laoly yang membawa pulang Maria dijadwalkan tiba di Tanah Air bersama Maria Pauline Lumowa pada hari ini (9/7) pagi.

Yasonna mengatakan proses ekstradisi Maria karena hubungan baik antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Serbia. Yasonna mengaku senang Kemenkum HAM berhasil menangkap satu buronan ini.

"Dengan gembira saya menyampaikan bahwa kami telah secara resmi menyelesaikan proses handing over atau penyerahan buronan atas nama Maria Pauline Lumowa dari pemerintah Serbia," kata Yasonna dalam keterangan pers kepada wartawan, Kamis (9/7/2020).

"Keberhasilan menuntaskan proses ekstradisi ini tak lepas dari diplomasi hukum dan hubungan baik kedua negara. Selain itu, proses ekstradisi ini juga menjadi buah manis komitmen pemerintah dalam upaya penegakan hukum yang berjalan panjang," imbuhnya.

Yasonna mengungkapkan proses pemulangan ini sempat mendapat gangguan karena Indonesia-Serbia belum terikat perjanjian ekstradisi. Menurut Yasonna, Maria sempat ingin melepaskan diri, namun tidak jadi karena akhirnya proses ekstradisi berjalan baik.

"Indonesia dan Serbia memang belum saling terikat perjanjian ekstradisi, namun lewat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi Pemerintah Serbia dan mengingat hubungan sangat baik antara kedua negara, permintaan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dikabulkan. Sempat ada upaya hukum dari Maria Paulina Lumowa untuk melepaskan diri dari proses ekstradisi, juga ada upaya dari salah satu negara Eropa untuk mencegah ekstradisi terwujud," ujar Yasonna.

"Dalam pertemuan kami, Presiden Serbia Aleksandar Vucic juga kembali menggaris bawahi komitmen tersebut. Proses ekstradisi ini salah satu dari sedikit di dunia yang mendapat perhatian langsung dari kepala negara," sambungnya.

Yasonna juga menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Duta Besar Indonesia untuk Serbia, Bapak M Chandra W Yudha. Ekstradisi ini juga tidak lepas dari asas resiprositas (timbal balik). Sebelumnya, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada 2015.

Sekilas Tentang Perjalanan kasus Maria Pauline

Berdasarkan keterangan pers dari Kemenkum HAM, Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 Triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria
Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari orang dalam karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI. Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tidak pernah melakukan ekspor.

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Saat itu, Maria belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.

Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.

"Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham," kata Yasonna.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita