Bank Dunia Sebut Ekonomi Indonesia Bisa 0 Persen, Sri Mulyani: Tidak Ada yang Yakin Prospek ke Depan

Bank Dunia Sebut Ekonomi Indonesia Bisa 0 Persen, Sri Mulyani: Tidak Ada yang Yakin Prospek ke Depan

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Ekonomi global tengah mengalami penurunan. Hal itu pun terjadi di Tanah Air. Namun Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan ekonomi Indonesia bisa bertumbuh 0% alias tidak bergerak pada tahun ini.

Proyeksi tersebut didasarkan pada tiga hal. Pertama, apabila pertumbuhan ekonomi global turun sampai dengan minus 5,2% di tahun ini.

Kedua apabila perekonomian Indonesia bisa dibuka kembali sepenuhnya pada bulan Agustus mendatang. Terakhir, apabila tidak ada gelombang infeksi lanjutan dari pandemi Covid-19 ini.

Adanya kecemasan konsumen serta kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk meredam penyebaran virus, telah mengakibatkan berhentinya kegiatan pariwisata, rendahnya harga komoditas, dan terhentinya kegiatan operasional toko maupun restoran.

Meski demikian, Bank Dunia melihat pemulihan ekonomi akan terjadi secara berangsur-angsur dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) secara riil diproyeksikan akan mencapai 4,8% pada tahun 2021, serta akan mencapai 6% pada 2022.

"Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 diharapkan sebesar 4,8% seiring dengan peningkatan angka konsumsi swasta yang mulai pulih, dan pertumbuhan signifikan akan terjadi pada 6% di tahun 2022," ujar Lead Economist World Bank Indonesia Frederico Gill Sander di dalam peluncuran Indonesia Economic Prospect, Kamis (16/7).

Frederico melanjutkan, beberapa strategi yang dapat mendukung Indonesia bangkit dari krisis, di antaranya, adalah memperluas cakupan program perlindungan sosial, mengatasi kesenjangan yang baru teridentifikasi pada sistem, serta mempercepat penerapan perawatan kesehatan universal untuk seluruh lapisan masyarakat.

Selain itu, keputusan pemerintah untuk mengubah prioritas belanja negara dan meningkatkan defisit anggaran memang sangat dibutuhkan untuk dapat meredam dampak pandemi ini.

Ke depannya, alokasi belanja dalam jumlah lebih besar pada sektor kesehatan, perlindungan sosial, dan infrastruktur akan tetap dibutuhkan pemerintah.

"Kebutuhan belanja ini, juga menjadi dasar mengapa reformasi perpajakan untuk meningkatkan pendapatan fiskal negara sangatlah penting untuk melandaikan kurva utang dan mempertahankan kerangka makroekonomi Indonesia yang kuat,” kata Frederico.

Respons Sri Mulyani

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, berdasarkan asumsi tersebut maka sebenarnya pemulihan ekonomi Indonesia menghadapi ketidakpastian.

"Tidak ada yang yakin 100% terhadap prospek ke depan karena pandemi ini. Bahkan Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemerintah Pusat amat baru menghadapi ini," ujar Sri dalam peluncuran Indonesia Economic Prospect, Kamis (16/7), sebagaimana dikutip dari Kontan.

Sri Mulyani menjelaskan, pertumbuhan ekonomi dibangun dari mobilisasi masyarakat, barang, dan modal. Ketiga faktor itulah yang utamanya akan menopang pertumbuhan ekonomi.

Dengan melihat hal ini, maka Indonesia harus bersiap untuk melihat aspek mana saja yang optimistis akan bertumbuh dan aspek mana saja yang tidak akan bertumbuh.

Pasalnya, seluruh lapisan masyarakat dan pemangku kepentingan tidak menginginkan adanya skenario terburuk.

Ia menilai, ketiga faktor tersebut merupakan area yang akan terus memengaruhi proyeksi ekonomi hingga akhir tahun, bahkan hingga tahun 2021 mendatang.

"Kita selalu berharap yang terbaik dan mempersiapkan yang terburuk. Sebelumnya memang ada kontraksi dari bulan Mei sampai Juni, kalau berlanjut kita akan melihat tren pemulihan di bulan Juli," papar Sri.

Ketahanan Masyarakat

Selain itu, kata Sri, pemerintah akan terus mengidentifikasi ketahanan masyarakat berpenghasilan rendah, apakah mereka bisa bertahan atau tidak.

Sama halnya dengan para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), apakah mereka bisa terus berjalan dan dipulihkan lagi seperti sedia kala.

Ke depannya, pendataan terkait informasi tempat tinggal serta identitas akan terus ditingkatkan oleh pemerintah. Pasalnya, biasanya di dalam sebuah kebijakan yang telah terencana sangat baik, implementasinya masih sering terkendala dalam hal pendataan.

"Apakah infrastrukturnya sudah cukup baik uuntuk mengeksekusi kelompok yang ingin kita jangkau. Misalnya, apakah kita tahu UMKM lokasinya di mana, khususnya mereka yang tidak punya akses ke perbankan. Kita tidak tahu mereka di mana tapi mereka ada. Jadi bukan pemerintah tidak mengidentifikasi, tapi memang kendala itu ada," kata Sri.

Sri memaparkan bahwa ruang fiskal pemerintah saat ini terbatas. Untuk itu evaluasi akan terus dilakukan untuk mengidentifkasi mengapa banyak masyarakat yang belum menikmati stimulus yang diberikan oleh pemerintah.

"Apakah mereka tidak mau atau memang prosesnya yang rumit. Ini akan kita evaluasi. Kalau tidak pick up, akan kami pertimbangkan apakah ini rancangan yang salah? Maka akan kami tingkatkan atau ini memang kebijakan yang salah. Ini adalah sikap terbuka dari pemerintah, karena tidak ada satu kebijakan yang bisa berlaku untuk semua orang," tandasnya. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita