GELORA.CO - Anggota Ombudsman Alvin Lie menyoroti kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) soal batas biaya rapid test virus corona maksimal sebesar Rp 150 ribu. Menurutnya, kebijakan ini menunjukkan biaya rapid test selama ini memang sangat mahal dan menjadi ladang perdagangan di tengah krisis.
“Ini membuktikan bahwa selama ini biaya rapid test itu harganya gila-gilaan dan sudah menjadi komoditas dagang. Kenyataannya bisa ditekan menjadi Rp 150 ribu,” ungkap Alvin dalam pernyataannya, Rabu (8/7).
Alvin juga menyoroti fungsi rapid test yang hanya dapat menguji anti body seseorang, namun digunakan untuk mendeteksi penularan virus corona dan digunakan sebagai syarat masyarakat bepergian dengan pesawat, kereta api, dan kapal.
“Yang kedua ini juga membuktikan bahwa rapid test itu sebetulnya tidak mendeteksi apakah seseorang itu tertular COVID-19 atau tidak, hanya tes anti body,” kata Alvin.
“Apakah masih relevan memberlakukan tes anti body ini sebagai syarat bepergian bagi penumpang pesawat udara, kereta api maupun kapal, karena sebenarnya rapid test ini tidak ada gunanya untuk mencegah penularan COVID-19,” imbuhnya.
Alvin mendorong alat pemeriksaan yang ada saat ini lebih baik digunakan untuk penanganan virus corona di daerah-daerah zona merah dan memeriksa orang-orang yang dinyatakan suspect virus corona.
“Sebaiknya alat tes yang tersedia dimanfaatkan untuk pelayanan bagi daerah-daerah yang dikhawatirkan terjangkit, daerah merah atau orang-orang yang memang suspect tidak menjadi syarat administratif untuk perjalanan menggunakan pesawat, kereta atau kapal,” pungkasnya.(*)