GELORA.CO - Dua tahun lalu, pemerintah Indonesia secara membanggakan menginformasikan kepada publik bahwa Indonesia telah berhasil merebut 51 persen saham PT. Freeport lewat PT. Inalum (Persero) melalui Kementerian ESDM.
Dirut PT. Inalum, Oerias Petrus Moedak menyampaikan bahwa untuk akuisisi perusahaan tersebut pemerintah meminjam uang. Beberapa waktu lalu, saat rapat kerja bersama Dirut Inalum, Komisi VI DPR mempertanyakan perihal utang tersebut.
Oerias mengatakan utang tersebut akan dilunasi dengan pinjaman kembali. Adapun utang Inalum untuk mengakuisisi Freefort sebesar Rp. 55 triliun.
Menyikapi hal tersebut, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron menyampaikan bahwa utang Inalum dalam mengakuisisi Freeport menjadi beban dan tanggung jawab pemerintah.
"Saya kira ini harus dikonfirmasi antara akuisisi Inalum dan Freeport ini. Jadi menurut saya memang secara financial, secara kinerja, kemudian laporan keuangan kita harus diaudit itu. Karena, apakah masih sesuai enggak, dengan rencana kerja pada waktu divestasi itu dilakukan," ujar Herman Khaeron kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (23/7).
"Kalau tidak, kemudian menjadi rugi," imbuhnya menambahkan.
Herman Khaeron mempertanyakan perihal posisi Inalum dalam divestasi perusahaan Freeport tersebut dan meminta agar transparan mengenai jumlah utang yang dibebankan pemerintah perihal tambang emas di Papua itu.
"Esensi kita melakukan akuisisi, gimana itu posisinya? Apalagi kalau kemudian menjadi beban utang, untung tidak utang iya. Lantas, ada banyak hal yang ditutup, mungkin dari mekanisme dan tata cara mungkin ini yang harus kita ungkap," tuturnya.
"Kan ini menurut saya menjadi tugas kami di DPR untuk membuat transparansi kerja dari seluruh BUMN, maupun dengan mitra BUMN-nya. Bukan hanya BUMN-nya yang sesungguhnya itu menggunakan uang negara, menjadi tanggung jawab negara. tapi anak-anak perusahaannya itu, berikut dengan mitra perusahaannya," jelasnya.
Herman Khaeron berharap dengan masuknya MIND.ID sebagai anak perusahaan PT. Inalum yang mengurusi Freeport tidak ada unsur saling menguntungkan yang membuat keuangan negara ambruk.
"Jangan sampai kemudian, ada muatan-muatan mitra perusahaannya diuntungkan, milik negaranya yang jadi rugi," tutupnya menekankan. (Rmol)