GELORA.CO - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Jansen Sitindaon khawatir, hukuman yang ringan terhadap kedua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, bakal menjadi inspirasi bagi masyarakat.
Sebab, melakukan penganiayaan dengan air keras hukumannya hanya 1,5 tahun dan 2 tahun penjara. Soalnya, masyarakat Indonesia tahu kasus yang dialami oleh Novel tersebut.
"Karena satu negeri tahu, bahaya sekali sebenarnya vonis kasus Novel ini bagi publik luas. Bisa jadi inspirasi. Ditelan mentah-mentah. Contoh, tadi saya baca soal tagih utang di Medan. Banyak yang koment: 'nagih di medsos kena 2 tahun, lebih baik datangi siram air keras kena setahun'. Bahaya ini!" kata Wakil Sekjen Partai Demokrat, Jansen Sitindaon dikutip dari Twitter pada Jumat, 17 Juli 2020.
Sementara Deputi Balitbang DPP Partai Demokrat, Syahrian Nasution mengatakan keadilan akan mencari jalannya sendiri. Menurut dia, kasus Novel ini ditangani oleh 3 Kapolri dan 4 Kepala Bareskrim Polri. Namun, hukumannya hanya berujung pada 1,5 tahun dan 2 tahun penjara bagi pelaku penyiraman air keras terhadap Novel.
"Mestinya, tidak perlu ada keadilan formalitas untuk Novel. Cukup dicatat, siapa saja elit penguasa pada saat peristiwa tersebut terjadi," ujarnya dikutip dari Twitter.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah memvonis dua orang terdakwa penyerangan air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis. Keduanya merupakan oknum polisi dan mendapatkan vonis yang berbeda-beda.
Untuk terdakwa Rahmat Kadir divonis 2 tahun penjara, sementara terdakwa Ronny Bugis dihukum 1 tahun 6 bulan penjara, Kamis, 16 Juli 2020. Sedangkan, jaksa menuntut kedua terdakwa hukuman satu tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa (Rahmat Kadir) pidana penjara selama 2 tahun. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa (Ronny Bugis) pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan," kata hakim.
Sementara jaksa menuntut kedua terdakwa satu tahun hukuman penjara. Pasal primer yakni Pasal 355 ayat 1 KUHP jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang didakwakan dianggap JPU tak terbukti karena berdasarkan fakta persidangan kedua terdakwa tidak sengaja menyiram air keras ke kepala Novel.
"Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke Novel Baswedan. Tapi, di luar dugaan, ternyata mengenai mata Novel Baswedan yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen saja, artinya cacat permanen sehingga unsur dakwaan primer tidak terpenuhi," kata Jaksa.
Kedua terdakwa lantas dituntut atas Pasal subsidair Pasal 353 ayat 2 KUHP jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu.
Adapun hal yang memberatkan terdakwa menurut JPU dalam kasus ini adalah dianggap mencoreng nama baik Polri. Itu karena terdakwa merupakan anggota polisi aktif.
Sementara hal yang meringankan terdakwa Rahmat, menurut JPU, yakni belum pernah dihukum. Terdakwa pun mengakui perbuatannya di hadapan persidangan, kooperatif dalam persidangan, dan telah mengabdi sebagai polisi selama 10 tahun. []