GELORA.CO - Belakangan sejumlah kalangan membicarakan soal pemakzulan Presiden Jokowi. Pro kontra pun terjadi. Lalu kelompok mana yang akan menggulingkan Jokowi? Kalau menurut analis politik Boni Hargens, ada empat kelompok yang ingin menggulingkan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Benarkah?
Kelompok itu adalah kelompok politik yang ingin memenangi Pemilihan Presiden 2024, kelompok kedua adalah golongan pebisnis hitam yang merasakan kerugian karena kebijakan yang diterapkan Jokowi, kelompok ketiga adalah ormas keagamaan terlarang yang ingin mendirikan negara syariah. Misalnya, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan kelompok terakhir adalah barisan oportunis yang haus uang dan kekuasaan.
Analisis Boni tersebut ditepis Koordinator Gerakan Perubahan (Garpu) Muslim Arbi, menurutnya, pengamatan Boni itu sangat salah dan keliru besar. Apalagi Boni juga mengklasifikasi 4 kelompok yang ingin menjatuhkan Jokowi sebagai presiden Indonesia yang sah.
"Tidak ada kelompok yang mau menangkan pilpres 2024 yang mau jatuhkan Jokowi. Kalau mau menangkan Pilpres 2024 dan mau jatuhkan Jokowi sekarang untuk apa siapkan diri untuk hadapi Pilpres ? Lagian kelompok mana yang berpikir begitu?" paparnya.
Muslim menyebut, salah besar juga Boni menyebut, kelompok pebisnis hitam yang dirugikan Jokowi yang mau menjatuhkan Jokowi. Padahal saat ini tidak jelas antara mana pebisnis hitam dan putih. Sehingga bisa jadi pebisnis hitam yang kumpulkan dana-dana Pilpres adalah justru yang paling menikmati kedekatan dengan Istana.
"Lalu kelompok HTI mau jatuhkan Jokowi? Ga ada itu seperti yang di singgung Boni,” jelasnya.
Keempat, barisan oportunis yang haus uang dan kekuasaan siapa? Yang akses dapatkan uang dan meraih kekuasaan lagi bukan kah lebih besar dari koalisi partai dan ologarki pendukung Penguasa baik di Istana maupun di Senayan bukan? "Jadi kalau dari empat hal yang di sebut Boni Hargens itu salah alamat," tandasnya.
Mestinya Boni sebagai Pendukung Rezim berikan masukan yang tepat. Biar Jokowi perbaiki jalan pemerintahannya. Jika tidak Jokowi dan Koalisinya yang menjatuhkan dirinya sendiri. Hal ini sesuai pernyataan Fadjroel Rachman, bahwa baiknya Boni cuci muka dulu sebelum mengeluarkan pernyataan yang kontraversial.
Kepanikan
Sementara itu Ketua Umum Badan Relawan Nusantara (BRN) Edysa Girsang mengatakan, jika Boni Hargens tahu ada 4 kelompok yang ingin menjatuhkan Jokowi, lalu apa yang hendak dilakukan. Edysa pun menyebut adanya pernyataan Boni menunjukan tanda-tanda kepanikan orang-orang disekitar Jokowi yang harusnya tidak perlu takut terhadap kritikan.
"Saya pikir itu pengakuan (Boni Hargens) menjelaskan kepanikan orang-orang disekitar Jokowi. Kalau memang sayang dengan Jokowi jangan takut dengan suara-suara sumbang terhadap kekuasaan," ujar Edysa Girsang kepada Harian Terbit, Minggu (7/6/2020).
Eki, panggilan akrab Edysa Girsang meminta agar para pendukung Jokowi untuk meminta agar Jokowi sebagai Presiden Indonesia untuk mengurus negara dan kehidupan rakyatnya dengan benar. Jalankan amanat konstitusi dan tujuan bernegara secara benar. Apalagi amanat konstitusi ada sebagai tujuan dasar pemerintahan dibentuk.
"Kalau bekerja benar dan rakyat merasakan manfaatnya maka tak akan perlu dikhatirkan akan dilengserkan. Jangan parno lah. Takutnya tuduhan-tuduhan itu dilontarkan padahal dari dalam sedang menggergaji Jokowi?" paparnya.
Eki menegaskan, perwujudan tanda kepanikan pendukung Jokowi yakni mengeluarkan pernyataan yang kontraversial. Apalagi secara fundamental perekonomian nasional saat ini sudah kacau sebelum wabah Covid-19 melanda. Selain itu pendukung Jokowi panik juga karena tidak ada janji yang diumbar Jokowi baik saat periode pertama hingga saat periode kedua terwujud.
"Banyak janji-janji yang tak ditepati sehingga malah melukai perasaan publik," paparnya.
Kuras Energi
Wakil Ketua MPR RI Fraksi PDI Perjuangan Ahmad Basarah menilai wacana pemakzulan Presiden saat suasana duka akibat pandemi COVID-19 hanya akan menguras energi bangsa dan menuai kritik masyarakat luas.
"Ketika semua anak bangsa tengah meresapi hari kelahiran Pancasila, menyelenggarakan diskusi dengan mengangkat tema pemakzulan hanya akan menguras energi bangsa dan menuai kritik masyarakat luas meskipun kegiatan diskusi merupakan ekspresi demokrasi untuk menyampaikan pendapat yang dijamin oleh konstitusi," kata Basarah dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan bahwa hak setiap warga negara menyampaikan pendapat. Namun, harus juga diingat bahwa hal itu harus disertai tanggung jawab dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam sepekan terakhir, ada dua diskusi yang membahas pemakzulan presiden di tengah pandemi COVID-19.
Diskusi Webinar pertama diselenggarakan oleh Komunitas yang mengatasnamakan diri Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) yang mengangkat tema "Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan".
Diskusi Webinar kedua bertajuk "Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Corona" yang digelar oleh Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) dan Kolegium Jurist Institute. (*)