GELORA.CO - Namanya M. Aji Surya. Dikenal sebagai diplomat Indonesia yang istimewa. Penulis yang produktif. Di masa pandemi Covid-19 yang melanda dunia ia masih bisa meramu dua hobinya: diplomasi dan menulis.
Lahirlah novel Lockdown: Asa, Cinta dan Zahira yang dikerjakan M. Aji Surya bersama staf KBRI Kairo, Ahmad Mina. Novel itu diluncurkan hari Sabtu ini (13/6) di ibukota Mesir, Kairo.
Dalam novel yang dikerjakan selama dua bulan ini, tergambar jelas pentingnya manusia untuk tetap tegar dalam menghadapi cobaan dan penderitaan hidup. Sebagai makhluk terbaik ciptaan Tuhan, manusia memiliki kemampuan untuk mengelak, menyiasati, dan memenangkan pertarungan melawan keadaan melalui daya inovasi, kreasi, dan fleksibilitasnya.
Berlatar belakang sebuah negeri di Arab, penulis menuturkan tentang beratnya negeri Bahir yang diterjang pandemi Covid-19. Sama seperti di Indonesia, semua serba tidak mudah. Namun, karena pemimpinnya memiliki sebuah leadership yang kuat dan intelektualitas memadai, selalu ada jalan keluar dari kemelut yang menyelimuti negeri.
Pada saat yang sama, Bondowoso, perusahaan konsultan keuangan Indonesia yang bermarkas di ibukota Bahir, Zahira, juga mengalami hal serupa. Bagas, sebagai pimpinan perusahaan harus pandai-pandai mengurus usaha, mengatur hubungan antarpegawai hingga urusan cinta yang terjadi di kantor sebagai residu mengamuknya virus Corona.
“Wajar saja kita ini panik, namun tidak boleh kehabisan asa. Mari saling menjaga agar asa tetap mengalir dalam darah kita setiap waktu,” ujar Aji Surya dalam acara peluncuran secara daring.
Aji menegaskan bahwa hasil dari penjualan novel ini akan disumbangkan kepada korban keganasan wabah Covid-19.
“Tawakkal harus diletakkan di posisi terakhir, setelah segala daya dan ikhtiyar dimaksimalkan,” kata Mina penulis lainnya menambahkan.
Menurut novelis Indonesia kenamaan, Ahmad Fuadi, novel merupakan karya yang mencerminkan realitas kehidupan yang dipadu dengan imaginasi penulis yang tersusun dalam bingkai yang rapi.
Kedua penulis, tambah Fuadi, berhasil mencuri start penulis-penulis lain dalam menggambarkan peperangan bharata yudha antara manusia melawan virus Corona.
Dengan latar belakang negara Arab, pembaca juga bisa memahami bahwa semua bangsa saat ini sedang berjuang sehingga kerja sama menjadi kunci kemenangan.
“Saya bisa merasakan semangat kedua penulis untuk mencoba “menghidupkan” suasana batin ke dalam sebuah novel yang gurih dan mencerahkan. Inilah karya yang dibutuhkan banyak orang,” ujarnya.
Sisi lain yang menjadi perhatian Ahmad Fuadi sebagai pembedah novel ini, adalah kejelian penulis untuk menerbitkan karyanya dalam bentuk e-book.
Selain hal ini akan menjadi tren global, rupanya royalty yang akan dihasilkan juga jauh lebih besar ketimbang penerbitan sejenis dalam bentuk cetak.
“Penerbitan ini sangat efisien dan memangkas banyak ongkos produksi seperti kertas, distribusi, dan lainnya. Semoga hasilnya banyak karena telah diniatkan untuk membantu korban Corona,” imbuhnya.
Ahmad Fuadi juga berpendapat bahwa semua proses yang dilakukan kedua penulis secara daring, dari mulai penerbitan buku hingga launching, merupakan suatu lompatan baru yang dapat menjadi salah satu solusi atas problem yang dihadapi banyak penulis dalam situasi pandemik.
Sementara itu, pakar sastra dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof. Ali Imron Al-Ma’ruf, sebagai komentator novel menyatakan bahwa latar cerita (setting) yang ditulis dalam novel tersebut mencerminkan kekalutan yang ada di sebagian masyarakat Arab dibumbui kisah cinta yang memukau.
Maklumlah, sang profesor sendiri sempat tinggal kisaran 6 bulan di Mesir hingga akhirnya harus pulang ke Indonesia di tengah merebaknya virus Corona.
“Ibarat nasi liwet, novel ini bisa dibilang masih sangat hangat, bahkan panas dan sangat mungkin menjadi karya pertama yang mengangkat kisah seputar virus Corona. Keadaan di sana benar-benar sangat sulit dan kompleks, tidak kalah serunya dengan perang Arab-Israel. Karenanya, novel ini bisa dikatakan kontekstual dan menarik bagi kalangan yang ingin tahu kondisi masyarakat di negeri gurun,” katanya dengan serius.
“Novel ini termasuk ke dalam jenis novel literer. Karya sastra yang memuat pesan moral dan semangat penulis. Kebalikannya dari jenis populer yang semata-mata hanya untuk menghibur pembaca,” ungkap Prof Ali ketika ditanya oleh salah satu pemirsa launching mengenai genre novel LACZ.
Prof Ali juga memberi catatan pentingnya menambah aspek ironi dalam cerita. Dan akan jauh lebih bagus apabila diperbanyak aspek majas dan peribahasa.
“Saya menunggu karya selanjutnya yang lebih berani dalam berimajinasi dan mengeksplor suasana,” imbuh Prof Ali.
Pada saat launching, uniknya kedua penulis berada di Kairo, pembahas di Jakarta, sementara komentator di Solo, serta diikuti oleh banyak kalangan dari berbagai penjuru dunia.
Novel Lockdown: Asa, Cinta dan Zahira atau dikenal dengan novel LACZ ini mulai bisa diunduh oleh pembaca sejak tanggal peluncurannya melalui Google Play. (Rmol)