RUU Kontroversial, PDIP: Jokowi harus Bijaksanalah..

RUU Kontroversial, PDIP: Jokowi harus Bijaksanalah..

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly diminta untuk menyampaikan Presiden Joko Widodo  untuk berhati-hati dalam mengusulkan rancangan undang-undang (RUU) ke DPR RI. Terutama, RUU yang berujung kontroversi.
Salah satunya masalah yang ramai diperdebatkan belakangan ini adalah RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dan dianggap merugikan PDI Perjuangan.

Padahal, sikap PDI Perjuangan telah tegas sejak bertahun silam dengan ditekennya TAP MPR 1/2003 sebagai penguat Tap MPR XXV tentang larangan Marxisme, Leninisme, dan Komunisme.

Hal tersebut ditegaskan anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan saat rapat kerja Komisi III DPR bersama Menkumham RI pada Senin (22/6).

"TAP MPR 1/2003 penguatan TAP MPRS XXV itu buatannya zaman Ibu Megawati, clear sudah. Larangan Marxisme Leninisme, Komunisme, clear. Kok tiba-tiba dengan yang begini (RUU HIP) diangkat lagi (isu komunisme)? Ini yang saya katakan harga mahal bagi kami Pak Menteri, secara elektoral tergerus secara ideologis ya ini juga kami dirugikan," kata Arteria.

"Mohon Pak Menteri bisa disampaikan kepada pimpinannya agar kadang-kadang dalam mengambil kebijakan itu bisa lebih arif dan bijaksana lagi," imbuhnya menegaskan.

Sebelumnya, Arteri Dahlan juga menyoroti masalah RUU yang diusulkan pemerintah dan acap kali diklaimnya merugikan DPR RI secara kelembagaan.

Mulai dari RUU KPK hingga Omnibus RUU Law Cipta Kerja yang secara filosofis, sosiologis dan yuridis PDI Perjuangan memiliki catatan tersendiri.

Namun, lagi-lagi, sambungnya, DPR RI terpaksa "pasang badan" untuk pemerintah.

"Ada etika bernegara Pak Menteri. Kadang-kadang DPR selalu dan bersedia untuk menjadi pihak yang salah. Bicara UU bisa urun rembuk, dialog dan kasih masukan. Dialog kata Bung Karno, bukan langsung memutus sepihak memberikan justifikasi," tuturnya.

"Kalau mau memberi justifikasi, PDIP Perjuangan Punya catatan tersendiri terkait dengan RUU Cipta Kerja, baik filosofis sosiologis maupun yuridis. Kita bicara revisi undang-undang KPK juga begitu," jelasnya.

Sambungnya, selama ini DPR memikul beban seolah-olah inisiatif DPR materi muatannya.

"Begitu diusulkan, (pemerintah) tidak setuju, masih banyak yang harus diperbaiki. Usulannya dari siapa? Tapi kita tahan, udahlah, boleh dibilang kalau pun (DPR) dijadikan kambing hitam," pungkasnya. (Rmol)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita