GELORA.CO - Pertahanan pemerintah membendung paham komunis, diyakini sudah jebol. Kini, kader-kader PKI dengan leluasa tampil ke permukaan. Mereka bebas keluar-masuk kampung, melakukan agitasi kepada generasi muda, mengatakan sebagai korban.
“Kita tidak boleh diam. Tidak bisa lagi berharap kepada wakil rakyat, atau bahkan pemerintah. Umat beragam harus bangkit, bentuk front, lawan agitasi kader PKI,” demikian disampaikan Hari Cipto Wiyono, aktivis Surabaya saat mengikuti diskusi ‘Menghadang Kebangkitan Paham Komunis’ di Museum NU, Jl Gayungsari Timur, 35 Surabaya, kepada duta.co Minggu (31/5/2020).
Hari ini, jagat medsos tengah ‘sesak’ dengan isu kebangkitan komunis. Temuan-temuan baru terus terjadi. Ada gambar Palu Arit, simbol Partai Komunis Indonesia (PKI) berbentuk stiker yang tiba-tiba menempel di mobil. Ada juga kaos yang dipakai seorang perempuan bergambar Masjid dengan menara Palu Arit. Macam-macam.
Minggu (31/5/2020), sejumlah elemen muslim berkumpul di Museum NU, Jl Gayungsari Timur 35, Surabaya. Hadir Prof Aminuddin Kasdi (sejarawan UNESA), Drs H Arukat (tokoh anti PKI), Drs H Choirul Anam (sejarawan NU), aktivis Muhammadiyah, Gabungan Umat Islam Bersatu (GUIB) Surabaya dan sejumlah aktivis lain dari Jakarta.
Mereka membahas sejumlah RUU yang digagas pemerintah maupun DPR RI, serta kebijakan Komnas HAM yang ‘miring’ ke keluarga eks PKI. Intinya, pertahanan pemerintah membendung komunisme, dinilai jebol. Sejarah kekejaman PKI, lenyap. “Bahkan keluarga mereka sudah dinyatakan sebagai korban. Ini berbagaya bagi masa depan bangsa,” demikian disampaikan Ketua Centre For Indonesian Community Studies (CICS), Arukat Jaswadi.
Menurut Arukat, dulu, membawa kabar soal bangkitnya PKI, ditertawakan orang. “Pernah, seorang professor menertawakan saya, karena, menurut dia tidak masuk akal (impossible) kader-kader komunis bisa bangkit. Tetapi, sekarang, professor itu datang ke saya, mengatakan, Anda benar,” jelas Arukat Jaswadi, sejarawan yang getol melawan bangkitnya komunisme ini.
Masih menurut Arukat, pelan, tetapi, pasti. Itulah gerakan PKI gaya baru. Mereka tidak lagi menggunakan revolusi, tetapi, berusaha masuk pada titik-titik strategis kebijakan pemerintah. Dari sini, ada banyak fakta yang harus segera disikapi.
“Pertama, terbitnya Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM (SKKPH) yang pernah diajukan oleh Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-1966 (YPKP 65) pada eks PKI. Sekarang mereka sudah mendapat ganti rugi dari pemerintah. Sejengkal lagi rehabilitasi, pengakuan salah pemerintah,” tegas Arukat.
Kedua, lanjutnya, adalah munculnya RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Ini agenda terselubung, pelan-pelan mengemandeman larangan ideologi komunis. “Keduanya harus kita tolak. Bahkan untuk SKKPH, Komnas HAM sudah ‘menantang’ kita untuk perang di pengadilan. Umat beragama harus segera bersikap,” tegas Arukat.
Hal yang sama disampaikan Prof Aminuddin Kasdi, penulis buku ‘PKI Dalang dan Pelaku G-30S/PKI’. Ia melihat ada langkah-langkah sistematis yang berjalan di Senayan, dan itu sangat merugikan umat beragama. Menurut sejarawan dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA) ini, bangsa Indonesia jangan sampai mengalami kekejaman PKI untuk kedua kali.
“Problem kita, generasi bangsa ini semakin tidak peduli terhadap peristiwa kelam masa lalu. Begitu banyak kekejaman PKI yang, sekarang berusaha dihapus. Peristiwa keji di Pabrik Gula Gorang Gareng, juga peristiwa di Madiun, mestinya menjadi catatan tebal generasi bangsa. Karena itu PKI dilarang, jangan sampai bangkit,” tegas Prof Aminuddin sesaat sebelum diskusi dimulai.
Diskusi yang diawali Oleh Cak Anam, dan dimoderatori Agus Maksum, kemudian membahas langkah-langkah konkret untuk menghentikan regulasi yang membuka peluang masuknya paham komunis. Selain membahas SKKPH, diskusi juga membedah Rancangan UU Haluan Ideologi Pancasila ( HIP) yang bakal disahkan anggota DPR RI.
Usut Tutas Inisiator
Ada beberapa point penting. Pertama, menyikapi kegaduhan politik, ditambah banyaknya kebijakan pejabat negara yang membuat kebingungan dan ketidakpastian, utamanya sejak masa wabah covid 19, serta membanjirnya TKA China masuk ke wilayah NKRI dan pro-kontra Rancangan UU HIP, di mana sekelompok anggota DPR menolak memasukkan Tap MPRS no.XXV/1966 Jo TAP MPR NO 1 th 2003 dalam RUU HIP. Ini menunjukkan adanya anasir Komunisme, oleh karenanya, RUU HIP harus di tolak.
Kedua, Menyerukan kepada masyarakat ulama dan cendikiawan muslim serta para aktivis yang setia pada Pancasila untuk mewaspadai dan menolak gerakan komunis gaya baru yang memasuki ruang ruang kekuasaan dan memberikan jalan penguasaan oleh komunis melulai berbagai regulasi.
Ketiga, proses legislasi Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila adalah bukti terbaru kebangkitan komunisme di Indonesia. Diskusi di Museum NU menilai RUU HIP adalah upaya mengubah Pancasila dari konsensus nasional 18/8/45, dari Pembukaan UUD1945, serta usaha membuat tafsir tunggal Pancasila yang menyimpang dari makna paragraf 4 Pembukaan UUD45.
Keempat, Yakin bahwa Pancasila adalah landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, sebuah kesepakatan untuk mengatur tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila bukan untuk mengatur kehidupan orang perorang dan organisasi masyarakat. Maka, di sini, lahirnya RUU HIP berpotensi menjadi tafsir tunggal rezim berkuasa.
Kelima, RUU HIP dinilai sebagai upaya mendegradasi dan mengkhianati Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila adalah hasil konsensus nasional tidak bisa disederhanakan menjadi Tri Sila, Eka Sila atau gotong royong. Oleh karenanya dengan tegas menyerukan dan mengajak segenap komponen bangsa yang setia pada Pancasila dan cita-cita proklamasi kemerdeaan untuk menolak RUU HIP serta mengusut tuntas pembuat inisitifnya. []