GELORA.CO - Panglima Serdadu Mantan Trimata Nusantara Ruslan Buton mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Surat mengajukan praperadilan diajukan oleh Penasihat Hukum Ruslan, Tonin Tachta dan rekan, Selasa (2/6/2020). Saat ini status Ruslan telah menjadi tersangka dalam kasus surat terbuka minta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur dan ditahan Mabes Polri.
Tonin menuturkan, dalam salinan surat permohonan praperadilan, Ruslan menggugat Presiden RI casu quo (c/q) Kapolri c/q Kepala Bareskrim c/q Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri. Gugatan ini dilayangkan karena dianggap penetapan tersangka kepada Ruslan cacat hukum.Praperadilan akan digunakan oleh pencari keadilan untuk melakukan perlawanan kepada termohon yang dinilai salah menerapkan hukum dan melanggar Hukum Acara Pidana.
Alasan tidak sahnya penetapan ini, kata Tonin, karena Ruslan dan pelapor kasusnya Aulia Fahmi tidak saling mengenal satu sama lain. Dan tidak memiliki hubungan keperdataan. Selain itu, Ruslan tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka atau saksi oleh penyidik Bareskrim Polri. Namun, penyidik langsung menerbitkan surat penetapan tersangka, dan langsung dilakukan penangkapan.
“Dengan demikian tanpa adanya keterangan saksi, keterangan ahli dan surat guna memenuhi ketentuan syarat minimum dua alat bukti sebelum tanggal 26 Mei 2020 maka penetapan tersangka tidak sah,” jelas Tonin.
Terpisah, Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, "Praperadilan itu hak daripada tersangka apabila ditemukan adanya ketidaksesuaian proses penyidikan," kata Irjen Argo Yuwono dalam keterangan, Selasa (2/6/2020).
Argo mengatakan proses penyidikan polisi terhadap Ruslan Buton akan diuji dalam praperadilan itu. "Nanti hakim (praperadilan) yang akan memutus," imbuh Argo.
Sebelumnya, Ruslan Buton ditangkap polisi pada Kamis (28/5/2020) siang. Dia diduga digelandang polisi akibat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Surat terbuka itu poinnya meminta agar Jokowi mundur dari jabatannya. Dia mengkritik Jokowi dalam menangani pandemi Covid-19. Dia bahkan sempat berujar tidak menutup kemungkinan ada revolusi rakyat jika Jokowi tak kunjung melepas jabatannya.
Atas perbuatannya, Ruslan dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dengan ancaman pidana 6 tahun dan/atau Pasal 207 KUHP, dengan ancaman penjara 2 tahun. (*)