Penulis: Pierre Suteki*
Blessing in disguise. Dua kata itu saya kira tepat untuk mengungkapkan betapa suatu peristiwa buruk pun dapat membawa berkah. Di samping mempersatukan umat Islam dalam segala harokah, adanya RUU Haluan Ideologi (HIP) Pancasila sebenarnya menguak tabir adanya perencanaan jahat terhadap penggantian Pancasila sebagai dasar negara/ideologi.
Hal ini ditengarai dari adanya niat kesengajaan untuk, (1) tidak mencantumkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai dasar keberlakuan UUD 1945 yang memuat Pancasila Dasar Negara; (2) tidak memuat Tap MPRS No. XXV/1966 yang berisi tentang Pembubaran dan pelarangan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pelarangan penyebaran dan pengembangan ideologi komunisme/marxisme-leninisme di seluruh wilayah NKRI; (3) upaya memeras Pancasila menjadi Trisila hingga Ekasila.
Apakah betul upaya tersebut dapat dikatakan sebagai tindak pidana perencanaan MAKAR IDEOLOGI atau DASAR NEGARA?
Dari berbagai pertemuan dalam rangka membahas carut marut RUU HIP dari wilayah Sabang hingga Merauke, termasuk yang terbaru dilakukan oleh komunitas PKAD Jawa Barat, Gresik, Yuk Ngopi Tuban, dapat diperoleh konklusi sebagai berikut:
Pertama:
RUU HIP tidak layak menjadi UU jika ditinjau dari kualitas Naskah akademis maupun kebenaran substansinya. Adanya distorsi teks dan konteks Pancasila telah membuktikan bahwa ada hidden agenda dibalik penyusunan RUU HIP ini.
Kecurigaan ini penting mengingat bahaya latent ideologi komunis tidak pernah lenyap. Menyusup segala lini arteri kehidupan anak bangsa. Dying-nya akan manifest jika ruang gerak serta situasi dan kondisi siap aksi. Bahkan, dalam penyusunan RUU HIP juga terdapat indikasi kuat adanya perencanaan makar ideologi sebagaimana diatur dalam UU No. 27 Tahun 1999 jo Pasal 107 KUHP.
Kedua:
Tidak ada urgensi membentuk UU HIP mengingat kita sudah memiliki perundang-undangan terkait PERTAHANAN idelogi PANCASILA, yaitu:
(1) Dekrit Presiden 5 Juli 1959: Kembali UUD 45 sbg PENAFSIRAN OTENTIK Pancasila Dasar Negara.
(2) Tap MPRS No. XXV 1966: Pembubaran PKI dan Larangan Ideologi Komunis, Marxisme-Leninismem
(3) UU No. 27 Tahun 1999 jo Pasal 107 abcdef KUHP: Makar Dasar Negara.
(4) Tap MPR No. VI 2001: Etika Kehidupan Berbangsa.
Semua peraturan perundang-undangan tsb sanggup membentengi Pancasila Dasar Negara. Jadi tidak perlu ada UU HIP.
Ketiga:
Seandainya pun karena kritik masyarakat lalu Tap MPRS XXV 1966 ini dimasukkan ke dalam konsiderans RUU HIP dan persoalan Trisila dan Ekasila ditiadakan, BUKAN berarti selesai masalah. Inti masalahnya adalah RUU HIP telah MEN-DOWN GRADE PANCASILA sebagai Falsafah Dasar Negara dan Norma Dasar Negara (Grundnorm) menjadi Norma Hukum Positif (instrumental) yang dapat dipakai sebagai ALAT GEBUK terhadap pihak yang berseberangan dengan rezim penguasa.
Keempat:
Atas dasar pertimbangan hukum tersebut maka saya merekomendasikan agar:
(1) RUU HIP ditolak dan dibatalkan tanpa reserve.
(2) Usut dugaan perencanaan makar terhadap Dasar Negara/ideologi dengan Membentuk Tim Pencari Fakta.
Tabik...!!![***]