GELORA.CO - Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan menyebut sejak Presiden Jokowi memerintah, telah terjadi beberapa pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pemerintah bersadarkan putusan lembaga peradilan. Di antaranya, diskresi pelambatan dan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.
"Hasil putusan dari Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada (3/6/2020) menyebut diskresi yang digunakan Kementerian Kominfo untuk memperlambat dan memblokir internet tidak memenuhi syarat sesuai UU Nomor 30 Tahun 2020," ujar Syarief dalam keterangannya, Sabtu (13/6/2020).
"Akibatnya, banyak warga Papua dan Papua Barat yang tidak bisa mengakses internet untuk mengetahui kondisi Papua dan Papua Barat. Juga banyak warga yang merasa dirugikan baik secara sosial maupun ekonomi sejak Agustus sampai September 2019 yang lalu," sambungnya.
Sebelumnya, kata Syarief Hasan, pada (22/3/2017) pemerintah dinyatakan melanggar hukum atas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melanda Kalimantan Tengah. Vonis ini diambil setelah Pengadilan Negeri (PN) Palangkaraya mengabulkan sebagian besar gugatan class action dari Gerakan Anti Asap (GAAS) Kalimantan Tengah.
Pemerintah mengajukan banding di tingkat Pengadilan Tinggi (PT) Kalimantan Tengah, namun ditolak pada (19/9/2017), bahkan pengajuan pemerintah untuk kasasi di Mahkamah Agung kembali ditolak dan kalah. Terakhir, Pemerintah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis melanggar hukum tersebut dan hasilnya kembali ditolak.
"Selanjutnya pemerintah juga kalah dalam gugatan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dengan dalih defisit, pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan sampai 100% sejak (1/1/2020). Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) pun menggugat PERPRES No.75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan menyangkut kenaikan iuran BPJS Kesehatan," ujar dia.
"Dalam putusannya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan tersebut dan membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada (9/3/2020). Namun, emerintah kembali menaikkan iuran tersebut yang akan berlaku pada (1/7/2020) mendatang dengan angka kenaikan yang tidak jauh berbeda dengan kenaikan sebelumnya," jelas Syarief Hasan.
Ia dengan tegas mengharapkan agar pemerintah memberikan contoh menghormati dan taat terhadap keputusan lembaga peradilan hukum tertinggi di Indonesia.
Kata dia, ibarat bermain bola, pemerintah kalah telak 0-3 dari rakyatnya. Ini, kata dia, bisa menggerus kepercayaan masyarakat di tengah situasi genting pandemi COVID-19.
"Jika pemerintah tidak menghormati dan tidak taat atas putusan hukum, bagaimana dengan rakyat? Pemerintah harus segera menindaklajuti putusan untuk mendirikan rumah sakit khusus paru akibat Karhutla," ujar dia.
"Pemerintah juga seharusnya mempertimbangkan kembali kenaikan iuran BPJS untuk menghormati hasil putusan MA. Pemerintah harus memberikan teladan perihal ketaatan terhadap hukum dengan lapang dada menerima putusan terkait pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat," jelas Anggota Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat ini.
Agar tidak terulang lagi, ia menganjurkan setiap kebijakan dipertimbangkan dari semua aspek khususnya yang terkait dengan kepentingan rakyat banyak.(dtk)