GELORA.CO - Dua orang terdakwa penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya dituntut satu tahun penjara.
Perbuatan terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dinilai telah menciderai kehormatan institusi Polri.
Menanggapi hal itu, Novel Baswedan angkat bicara. Bagi Novel, sidang kasus penyerangan terhadap dirinya itu sedari awal terkesan hanyalah formalitas belaka.
"Hari ini kita lihat apa yang saya katakan bahwa sidang serangan terhadap saya hanya formalitas. Membuktikan persepsi yang ingin dibentuk, dan pelaku dihukum ringan," ujar Novel kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (11/6).
Di sisi lain, menurutnya, rendahnya tuntutan JPU terhadap kasus penyerangan terhadap dirinya itu seolah menjadi potret hukum di Indonesia.
Bagaimana tidak, mulai dari konstruksi kasus yang sejatinya telah terang benderang justru berujung anomali.
Sekaligus, bentuk keberpihakan kepala negara dalam membangun hukum di negeri ini semakin menihilkan asas keadilan.
"Dalam sidang ini begitu nekad, permasalahan di semua sisi terjadi dengan terang. Saya malah melihat bahwa ini fakta hasil kerja Presiden Jokowi dalam membangun hukum selama ini," katanya.
"Persekongkolan, kerusakan dan kebobrokan yang dipertontonkan dengan vulgar menggambarkan bahwa memang sedemikian rusaknya hukum di Indonesia," imbuh Novel Baswedan.
Lebih jauh, Novel menyatakan bahwa asas keadilan yang seharusnya didapatkan oleh semua warga negara seolah ditLebih jauh, Novel menyatakan bahwa asas keadilan yang seharusnya didapatkan oleh semua warga negara seolah ditiadakan dengan penerapan hukum yang rusak.
"Hal lain yang perlu kita lihat adalah bagaimana masyarakat bisa berharap mendapatkan keadilan dengan keadaan demikian?" pungkasnya. iadakan dengan penerapan hukum yang rusak.
"Hal lain yang perlu kita lihat adalah bagaimana masyarakat bisa berharap mendapatkan keadilan dengan keadaan demikian?" pungkasnya. (Rmol)