PBNU Tak Setuju Imam Istiqlal soal Fiqih Produk Perang Salib

PBNU Tak Setuju Imam Istiqlal soal Fiqih Produk Perang Salib

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud tak sependapat dengan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, yang mengusulkan mengkaji ulang pelajaran fikih di pesantren lantaran masih produk era perang salib.

"Jadi kalau dibuang ya, saya enggak setuju. Karena ilmuwan enggak begitu cara berpikirnya," kata Marsudi, Kamis (11/6).

Marsudi mengatakan pelajaran fikih di pesantren adalah ilmu yang terus berkembang. Ia pun tak mempermasalahkan dalam pelajaran fikih yang ada saat ini masih terdapat produk era perang salib.

Menurutnya, konsep era perang salib dalam kitab-kitab fikih yang saat ini masih menjadi bahan pelajaran di pesantren juga tak bisa begitu saja dihilangkan.

"Ilmuan akademis enggak begitu, enggak boleh membuang sebuah teori. Bukan membuang atau konsep teori yang sudah ada, yang ditulis dari zaman, mau zaman perang salib atau bahkan zaman sebelumnya," ujarnya.

Marsudi lantas mencontohkan saat Nabi Muhammad SAW membangun Madinah dengan berbagai perbedaan di dalamnya. Menurutnya, langkah Rasullah itu menjadi contoh ketetapan yang bisa ditiru umat setelahnya.

"Nah di negara Pancasila agamanya macem-macem. Mestinya ilmuan itu, begitu cara menyampaikannya, bukan membuang," katanya.

Marsudi menyebut semua pesantren, terutama di bawah Nahdlatul Ulama dalam memasuki dan beradaptasi dengan dunia modern pun telah mencotoh langkah Nabi Muhammad tersebut.

Menurutnya, NU memiliki lembaga Bahtsul Masail, sebuah lembaga musyawarah untuk mengkaji penerapan ilmu fikih dalam kehidupan masyarakat modern.

Begitu pula di sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam lain, seperti Muhammadiyah dengan lembaga tarjih-nya.

Sebelumnya, Nasaruddin Umar mengusulkan pemerintah untuk mengkaji ulang pelajaran fikih di pondok pesantren jika hendak menangkal paham radikalisme.

Nasaruddin mengatakan pelajaran fikih yang ada saat ini masih produk era Perang Salib. Sehingga masih mempertentangkan negara Islam dengan negara bukan Islam.

"Kitab-kitab fikih yang kita pelajari sebetulnya produk-produk, sebagian besar produk Perang Salib. Maka itu konsep kenegaraan itu masih ada Darus Silmi, negara Islam. Kalau bukan negara Islam, berarti Darul Harb, negara musuh," kata Nasaruddin dalam diskusi di Kantor BNPT, Jakarta, Rabu (10/6). []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita