GELORA.CO - Anggota Komisi II DPR, Muhamad Muraz mempertanyakan arah ideologi tujuan undang-undang Haluan Ideologi Negara (RUU HIP) yang belakangan menjadi sorotan publik. Muraz mengatakan RUU yang digagas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR itu sebelumnya tidak pernah diinformasikan ke Komisi II yang menjadi mitra Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Saya cukup kaget dan bingung dengan munculnya usul inisiatif RUU HIP dari DPR. karena saya tidak pernah tahu bagaimana prosesnya dan tidak pernah ada info di Komisi 2," kata Muraz dalam keterangan tertulis kepada TeropongSenayan, Kamis, 11 Juni 2020.
Politikus Demokrat ini mengungkapkan RUU tersebut selama ini RUU tersebut hanya diproses oleh Baleg dan langsung dilayangkan ke Rapat Paripurna tanpa ada pembahasan dengan mitra komisinya. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi Muraz karena faktanya masih banyak anggota DPR yang tak mengetahui rancangan UU tersebut.
"Saya yakin banyak anggota DPR RI yang tidak tahu. Wajar bila kemudian berbagai elemen masyarakat dan pejabat merasa patut mencurigai bahwa dengan RUU HIP yang beredar akan memberi peluang untuk bangkitnya kembali Ideologi/organisasi terlarang (seperti, red) Komunis," ujarnya.
Menurut Muraz, ada beberapa hal mengapa RUU HIP mendapat kritikan dari publik:
Pertama, konsideran mengingat tidak mencantumkan TAP MPRS No. XXV/1966 Tentang Pembubaran PKI. Materi ini untuk menegaskan pelarangan organisasi terlarang atau Partai Komunis Indonesia juga larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan paham Komunis/Marxisme/Leninisme di Indonesia.
Kedua, dalam Pasal 7 ayat (2) Pancasila diperas menjadi Trisila yaitu sosio nasionalisme, sosio demokrasi, dan ketuhanan yang berkebudayaan. Kemudian dalam Pasal 7 ayat (3) trisila terkristalisasi dalam ekasila yaitu gotong royong.
"Nuansa ini jelasn mengingatkan kita pada masa orde lama yang akhirnya timbul Nasakom (nasionalis, agama dan komunis)," jelas Muraz.
Ketiga, Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa sendi pokok Pancasila adalah keadilan sosial dengan bidangnya meliputi politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.
"Jelas ini telah menafikan agama dan menggeser sendi pokok Pancasila," kata Muraz.
Keempat, sendi pokok Pancasila sesuai kesepakatan PPKI yang diketuai oleh mendiang Presiden Soekarno adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Karenanya, pasal ini ditempatkan pads urutan pertama Pancasila dan menjadi falsafah berbangsa dan bernegara NKRI.
Kelima, Ketuhanan dalam trisila ditempatkan pada urutan ke-3 dengan kalimat Ketuhanan yang berkebudayaan.
"Jelas telah mengecilkan/menempatkan Ketuhanan yang berada dibawah pengaruh budaya ciptaan manusia, bukan Ketuhanan yang segala maha," pungkasnya. []