GELORA.CO -Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta erupsi pada Minggu (21/6) pagi, kemarin. Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mencatat ada dua kali erupsi berupa letusan eksplosif.
"Telah terjadi erupsi berupa letusan eksplosif pada tanggal 21 Juni 2020 pukul 09.13 WIB dan pukul 09.27 WIB. Kedua erupsi tercatat di seismogram dengan amplitudo 75 mm dan durasi 328 detik dan 100 detik," kata kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida dalam keterangannya, Minggu (21/6).
Hanik menjelaskan, erupsi pertama membentuk kolom erupsi dengan ketinggian mencapai 6 kilometer. Akibatnya di beberapa wilayah dilaporkan terjadi hujan abu vulkanik. "Arah angin saat erupsi ke barat menyebabkan hujan abu di wilayah Kabupaten Magelang dan Kulon Progo," ungkapnya.
Sebaran hujan abu, lanjutnya, mencapai jarak terjauh yaitu 45 kilometer dari puncak Merapi. "Hujan abu tipis terjauh dilaporkan terjadi di wilayah Kecamatan Girimulyo, Kulon Progo yang berjarak sekitar 45 kilometer dari puncak Merapi pada pukul 12.00 WIB," bebernya.
BPPTKG mencatat sejak 2019 hingga saat ini telah terjadi 15 kali erupsi Gunung Merapi berupa letusan eksplosif. Berdasarkan catatan BPPTKG, eksplosif sudah sering terjadi.
"Letusan eksplosif sudah sering terjadi di Gunung Merapi. Pada tahun 2019 sampai saat ini tercatat telah terjadi sebanyak 15 kali letusan Merapi. Berdasarkan catatan kejadian-kejadian letusan hingga saat ini, letusan eksplosif dapat terjadi secara tiba-tiba atau dapat didahului oleh peningkatan aktivitas vulkanik," ujarnya.
Sebelum letusan eksplosif pagi ini, kata Hanik, telah terjadi peningkatan kegempaan sejak tanggal 8 Juni 2020 yang didominasi peningkatan jumlah gempa vulkano-tektonik dalam (VTA).
"Pada tanggal 20 Juni 2020 jumlah gempa VTA mencapai 18 kali. Dalam periode 8-20 Juni telah terjadi gempa VTA sebanyak 80 kali. Peningkatan gempa VTA sebelumnya terjadi pada Oktober 2019-Januari 2020 dengan energi yang lebih besar namun tidak diiringi dengan letusan," ungkapnya.
Letusan eksplosif, lanjutnya, mengindikasikan suplai magma dari dapur magma masih berlangsung. "Kejadian letusan semacam ini masih dapat terus terjadi. Bersama dengan munculnya gempa VTA sejak Oktober 2019, letusan-letusan eksplosif ini sebagai indikasi bahwa suplai magma dari dapur magma masih berlangsung," katanya.
Lebih lanjut, Hanik mengingatkan jika ancaman bahaya yang ditimbulkan yakni berupa awan panas. Masyarakat pun diimbau untuk menjauhi radius 3 kilometer dari puncak.
"Ancaman bahaya sampai dengan saat ini masih sama yaitu berupa awan panas dan lontaran material vulkanik dengan jangkauan kurang dari 3 kilometer berdasarkan volume kubah yang sebesar 200.000 m3 berdasarkan data drone 13 Juni 2020," terangnya.(dtk)