GELORA.CO - Pancasila sebagai dasar negara ditegaskan sudah final yang tidak perlu diubah, diperpanjang maupun diperpendek silanya.
Begitu yang disampaikan Ketua Umum (Ketum) Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), Xs. Budi S. Tanuwibowo dalam acara diskusi online bertajuk "Kesepakatan MBPA-UKB 2018: Pancasila Sebagai Kristalisasi Nilai-Nilai Agama" yang diselenggarakan oleh Inter Religious Council Indonesia (IRC-Indonesia), Selasa (30/6).
Menurut Budi, secara sejarah, lima sila yang terkandung dalam Pancasila sesuai dengan ajaran Khonghucu. Apalagi, dalam BPUPKI juga terdapat dua tokoh Khonghucu.
"Mulai dari Ketuhanan Yang Maha Esa, di dalam Khonghucu meyakini bahwa semua berdoa, berpuasa, bersembahyang hanya karena Dia. Dia yang disebut dengan berbagai nama menurut versi agama masing-masing," ucap Xs. Budi S. Tanuwibowo
"Tapi Dia lah yang didengar tidak terdengar, dilihat tidak terlihat, namun tidak ada satu wujud pun yang tanpa dia," imbuhnya.
Selain itu kata Budi, pasa Sila Kedua Pancasila juga ditegaskan bahwa jika ada agama yang jauh dari kemanusiaan, sejatinya tidak pantas disebut sebagai agama.
"Kemudian Sila Ketiga, kalau sebuah negara sampai kehilangan kesempatan, kurang bisa memanfaatkan sumber daya yang ada, itu masih bisa diatasi dengan baik bangsa itu masih bisa selamat, namun sekiranya bangsa itu hancur persatuannya, tamatlah pula riwayat dari bangsa itu. Maka persatuan harus dijaga apapun harganya," terang Budi.
Sedangkan pada Sila Keempat Pancasila, kata Budi, bahwa soal kerakyatan juga terdapat pada salah satu ayat Khonghucu.
"Salah satu ayat Khonghucu mengatakan, Tuhan mendengar seperti RakyatKu mendengar, Tuhan melihat seperti RakyatKu melihat, ini sesuai dengan prinsip dari demokrasi. Dan terakhir dikatakan, bila ada keadilan, tidak ada persoalan persatuan dan kemiskinan," terang Budi.
"Jadi perlu ditegaskan kembali bahwa bagi seorang umat Khonghucu yang mengaku manusia yang insan kamil, seratus persen Khonghucu seharusnya seratus persen pula Indonesia, seratus persen merah putih, seratus persen Pancasilais," sambungnya.
Saat ini bukanlah persoalan mengubah Pancasila. Namun, persoalan dasar yaitu bagaimana Pancasila bisa di implementasikan dalam berkehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara.
"Saya pikir posisi Pancasila sudah final termasuk teks-teksnya, tidak perlu di urai lagi, tidak perlu dipanjangkan apalagi diperpendek, tidak perlu dirubah karena itu perdebatan yang sangat mahal dan sangat melelehkan, dan tidak perlu lagi diperkuat apapun, tapi justru penerapan ini lah yang kita pikirkan," tegas Budi.
Apalagi kata Budi, nilai-nilai Pancasila juga seharusnya menjadi pedoman sebuah kebijakan negara.
"Tapi faktanya kita bisa lihat hubungan antara agama yang kadang masih kurang harmonis, kemanusiaan yang kadang ditinggalkan dan kita main hakim sendiri, persatuan yang terbelah, kemudian sistem demokrasi kita belum sesuai dengan prinsip Sila Keempat, apalagi bicara soal keadilan yang masih jauh panggang dari api," pungkasnya. (Rmol)