GELORA.CO - Kebijakan Menteri BUMN, Erick Thohir yang menarik perwira tinggi TNI/Polri aktif masuk dalam struktur komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dikecam banyak pihak.
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Mohammad Isnur mengatakan, langkah Menteri Erick ini justu malah akan memundurkan demokrasi.
Pasalnya menurut dia, langkah ini justru mundur dari demokrasi dan bertentangan dengan semangat-semangat tata negara.
"Ini langkah mundur demokrasi dan bertentangan dengan semangat-semangat tata negara, Tap MPR, dan juga UU TNI dan UU Kepolisian," katanya seperti melansir rmol.id, Minggu 21 Juni 2020.
Dia menilai pendekatan keamanan yang dilakukan oleh pemerintah justru malah akan membahayakan keberlangsungan demokrasi.
Apalagi kata dia, saat ini masih maraknya konflik agraria seperti perampasan lahan, tambang, dan perkebunan di sejumlah tempat yang menurut catatan YLBHI masih ada dugaan keterlibatan anggota TNI/Polri.
"Bahkan dalam kondisi pandemik, YLBHI mencatat TNI/Polri juga terlibat sebagai `aktor` dominan perampasan lahan di tengah pandemik. Setidaknya ada 16 kasus dari Sumatera hingga Papua, 50 persen di antaranya terkait dengan TNI, baik sebagai beking, ataupun terlibat langsung. Sedangkan Polri terlibat pada 75 persen kasus perampasan lahan," ujarnya.
Hal serupa juga disuarakan oleh Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Setara Institute, KontraS, LBH Jakarta, HRWG, dan Imparsial.
Peneliti Setara Institute, Ikhsan Yosarie menyatakan, pihaknya mendesak Menteri BUMN untuk mengevaluasi kebijakan menempatkan TNI/Polri aktif di dalam jabatan sipil dalam hal ini jajaran BUMN.
Kata dia, Pengangkatan perwira TNI-Polri dalam jajaran BUMN bertentangan dengan peraturan perundang-undangan khususnya UU 34/2004 tentang TNI (UU TNI) dan UU 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
Atas dasar itu menurut dia, pihaknya juga mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjalankan reformasi TNI/Polri sebagaimana amanat reformasi.
Pasalnya, pengangkatan TNI/Polri aktif ke ranah sipil seolah tidak sejalan dengan upaya reformasi TNI-Polri karena dianggap menarik-narik TNI-Polri kembali “berbisnis” sebagaimana terjadi pada masa Orde Baru.
"Presiden harus jalankan reformasi TNI dan Polri secara konsekuen sebagaimana amanat reformasi, Tap MPR, UU Polri dan UU TNI," tegasnya.
Disisi lain, pengacara publik LBH Jakarta, Muhammad Rasyid Ridha menyebut, langkah Menteri BUMN Erick Thohir ini justru seolah hendak mengubur profesionalitas TNI Polri.
Menurutnya, dengan dimasukkannya perwira aktif ke tubuh BUMN, seolah digunakan untuk alasan memonitoring jika ada praktik permainan.
"Tapi di luar itu, digunakan untuk memperlancar bisnis BUMN supaya lancar. Apa lagi di banyak kasus bisnis BUMN bersinggungan dengan wilayah dan masyarakat konflik. Jadi ditempatkan perwira aktif dalam tanda kutip mengamankan itu," ujarnya.
Kata dia, pihaknya mendesak Presiden Joko Widodo segera mencabut keputusan tersebut. Selain itu, Ia juga meminta Ombudsman RI segera melakukan investigasi terhadap maladministrasi yang diduga dilakukan Erick Thohir.
"Kita belum tentukan batas waktu tetapi kalau tidak ditindaklanjuti kita layangkan surat terbuka," ucapnya.[ljc]