KPK Jelaskan Awal Mula Kasus Korupsi yang Jerat Eks Dirut PT DI

KPK Jelaskan Awal Mula Kasus Korupsi yang Jerat Eks Dirut PT DI

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - KPK mengumumkan mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) Budi Santoso sebagai tersangka kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PT DI (Persero). Budi menjadi tersangka bersama Irzal Rinaldi Zailani selaku Asisten Dirut Bidang Bisnis Pemerintah.
"Kami akan menyampaikan informasi terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (Persero) tahun 2007-2017. Selama proses penyelidikan telah ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan ditemukan tersangka," kata Ketua KPK Firli Bahuri di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (12/6/2020).

Firli mengatakan kasus ini bermula pada 2008. Budi selaku Dirut PT DI dan Irzal selaku Asisten Dirut Bidang Bisnis Pemerintah mengadakan rapat bersama sejumlah pihak. Firli menyebut rapat itu membahas kebutuhan dana PT DI (persero) untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya, termasuk biaya entertainment dan uang rapat-rapat lain.

"Bahwa pada awal 2008, tersangka BS selaku Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (Persero) dan tersangka IRZ selaku Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan," ujarnya.

"Mereka melakukan rapat mengenai kebutuhan dana PT DI (persero) untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya, termasuk biaya entertainment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan," lanjutnya.



Firli mengatakan selanjutnya Budi Santoso mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut. Namun Budi tetap meminta agar rencana itu dilaporkan kepada pemegang saham, yaitu Kementerian BUMN.

"Setelah beberapa kali dilakukan pertemuan disepakati kelanjutan program kerja sama mitra/keagenan sebagai berikut: Pertama, prosesnya dilakukan dengan cara penunjukan langsung. Kedua, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT DI (Persero), pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran," kata Firli.

Setelah itu, menurut Firli, Budi Santoso memerintahkan Irzal menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra/keagenan. Kemudian Irzal bersama Didi Laksamana menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra/agen.

Lalu, Firli mengatakan, mulai Juni 2008-2018, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT Dirgantara Indonesia (Persero) yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan enam mitra/agen. Namun Firli menyebut keenam tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama.

"Bahwa pada 2011, PT Dirgantara Indonesia (Persero) baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia (Persero) kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp 205,3 miliar dan USD 8,65 juta," ujar Firli.



Firli menjelaskan kedua tersangka bersama sejumlah pejabat PT DI, yakni Arie Wibowo dan Budiman Saleh, kemudian meminta sejumlah uang kepada enam mitra tersebut. Total uang yang sudah diterima para pihak itu senilai Rp 96 miliar.

"Bahwa setelah keenam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT Dirgantara Indonesia (Persero), terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp 96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (Persero), di antaranya BS, IRZ, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh," ungkap Firli.

Firli menyebut kasus tersebut diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 205,3 miliar dan USD 8,65 juta atau setara dengan Rp 125 miliar. Atas perbuatannya, Budi dan Irzal disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita