GELORA.CO - Jaksa Penuntut Umum menuntut dua penyerang penyidik KPK Novel Baswedan dengan hukuman pidana 1 tahun penjara.
Sontak saja tuntutan itu menuai reaksi keras dari Novel sendiri dan banyak kalangan.
Dalam surat tuntutannya, Jaksa mengungkapkan terdakwa tidak sengaja menyiramkan air keras sehingga terkena ke bagian wajah Novel.
Sidang yang digelar di PN Jakarta Utara, Kamis (11/6/2020), itu juga mengungkapkan fakta persidangan bahwa terdakwa tidak pernah menginginkan untuk melakukan penganiayaan berat.
“Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman cairan air keras ke Novel Baswedan ke badan. Namun mengenai kepala korban,” ujar Jaksa.
Oleh karena dakwaan primer tidak terbukti, ungkap Jaksa, terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan primer.
“Kemudian kami akan membuktikan dakwaan subsider. Dakwaan subsider melanggar Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP,” tambah jaksa.
Novel bereaksi keras atas tuntutan yang diambil Jaksa. Ia bahkan sejak lama proses hukum ini mengalami rekayasa dan penuh sandiwara.
“Melihat kebusukan semua yg mrk lakukan rasanya ingin katakan TERSERAH.. Tp yg mrk lakukan ini akan jadi beban diri mrk sendiri, krn semua akan dipertanggungjawabkan. Termasuk pak Jokowi yang membiarkan aparatnya berbuat seperti ini.. prestasi?” respon Novel melalui akun Twitternya.
Berita ini sampai kepada Tokoh Muslim di AS Imam Shamsi Ali yang dengan sindiriannya untuk tidak mendiamkan kejahatan.
Dari New York ia menyerukan publik untuk melakukan sesuatu agar keadilan bisa terus diperjuangkan secara nyata.
“Kejahatan itu terjadi ketika orang-orang baik tidak melakukan apa-apa atau diam.” Silence in front of the oppression is a crime (diam di hadapan kezholiman adalah kejahatan. Setuju?” katanya.
Bukan hanya itu, pengamat perkotaan Marco Kusumawijaya juga menyampaikan kritik yang sama agar publik segera bergerak melakukan tindakan nyata atas ketidakadilan yang diterima Novel Baswedan.
“Apakah hanya puas dengan berita2 dan berbagi di media sosial saja? Di mana aktivismenya?” ujarnya.
“Saya tak paham. Negara sebebas ini, dg masyarakat sipil paling hebat di Asia Tenggara, bisa membiarkan sandiwara ini terjadi? Kemana saya hrs menaruh harapan untuk masa depan anak cucu saya?” katanya lagi.[psid]