GELORA.CO - Penanganan jenazah pasien Covid-19 di Kota Surabaya dipertanyakan. Soalnya, proses pemakaman, mulai dari pemulasaran hingga masuk ke liang lahat, diduga tidak sesuai protokol Covid-19.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua RW Kebraon, Supriyo, baru-baru ini. Dia mengungkapkan, salah satu warganya, Tohari (72) wafat akibat virus corona di RS Wiyung Sejahtera Surabaya. Tapi, proses pemulasaran dan pemakamannya oleh pihak rumah sakit, dilakukan tidak berdasar protokol Covid-19.
Menurut Supriyo, peristiwa ini terjadi pada Minggu (7/6). Sebelumnya, pada hari Jumat, 5 Juni 2020, almarhum Tohari dibawa ke RS Wiyung karena kehilangan nafsu makan selama satu pekan. Di sana, pihak keluarga menjelaskan kalau almarhum punya sejarah sakit jantung serta batu ginjal.
Almarhum Tohari pun diuji cepat (rapid test). Dia lantas dinyatakan sebagai pasien dalam pengawasan (PDP). Siang itu, almarhum langsung menghuni ruangan isolasi yang terpisah dari pasien umum.
Tiga hari kemudian, tepatnya hari Minggu (7/6) pagi, Tohari wafat. Pihak RS menerbitkan surat kematian yang menyebut penyebab kematian yaitu, "gagal napas ec PDP Covid-19."
Menggunakan ambulans RS Wiyung, jenazah almarhum Tohari yang sudah dalam peti, diantar ke Taman Pemakaman Umum (TPU) Griya Kebraon. Tapi, petugas ambulans hanya menurunkan peti yang berisi jenazah Tohari, di depan pintu masuk TPU. Setelah itu, petugas ambulans pergi. Dengan kalimat lain, tidak ada petugas medis yang memakamkan.
“Ketika almarhum dimakamkan, tak ada satu pun petugas. Malah, pihak keluarga dan warga yang memakamkan. Lha, jenazahnya saja ditinggal di pintu masuk TPU," ungkap Supriyo.
Dengan mengenakan jas hujan sebagai ganti alat pelindung diri (APD), keluarga dan warga akhirnya membawa sendiri peti jenazah Tohari menuju tempat istirahat terakhirnya. Ketika hendak memasukkan jenazah almarhum ke liang lahat, peti jenazah tak sengaja terbuka. Terlihat jenazah Tohari tidak mengenakan kain kafan dan hanya dibungkus dengan kantong jenazah warna biru. Bahkan, sambung Supriyo, almarhum hanya mengenakan popok.
"Kami kecewa dengan perlakuan seperti ini. Apalagi tidak dikafani. Pak Tohari itu beragama Islam. Mestinya kan petugas paham bagaimana cara pemakaman pasien Covid-19," tutur Supriyo. (meraputih)