Eks KPK Bandingkan Habib Bahar Divonis 3 Tahun, Penganiaya Novel hingga Cacat Cuma 1 Tahun

Eks KPK Bandingkan Habib Bahar Divonis 3 Tahun, Penganiaya Novel hingga Cacat Cuma 1 Tahun

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid IV Laode M. Syarif menilai tuntutan satu tahun terhadap dua terdakwa penyiraman air keras Novel Baswedan tidak bisa diterima oleh akal sehat.

Laode bahkan membandingkan tuntutan rendah dua terdakwa yang merupakan anggota Polri aktif itu dengan Bahar bin Smith yang terjerat kasus penganiayaan.

Diketahui dua terdakwa Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dituntut dengan pidana satu tahun penjara. Mereka berdua dianggap terbukti melakukan penganiayaan berat terhadap Novel. Sementara Bahar divonis tiga tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.

"(Tuntutan itu) tidak dapat diterima akal sehat. Bandingkan saja dengan penganiayaan Bahar Bin Smith yang korbannya tidak cacat permanen dan bandingkan dengan Novel yang kehilangan mata permanen," kata Laode, Jumat (12/6).

Ia menambahkan, tuntutan jaksa terhadap kedua terdakwa menunjukkan negara telah abai terhadap komitmen pada Konvensi PBB Antikorupsi.

"Ini juga menunjukan bahwa Negara tidak serius melindungi pekerja anti-korupsi yang menurut UNCAC [United Nations Convention Against Corruption] yang telah diratifikasi, Indonesia harus dilindungi," tegas Laode.

Sementara itu Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan majelis hakim nantinya dalam vonis harus mempertimbangkan rasa keadilan publik dalam memutus perkara, meski tuntutan jaksa terbilang rendah.

"KPK berharap majelis hakim akan memutus dengan seadil-adilnya dengan menjatuhkan hukuman maksimal sesuai dengan kesalahan dan perbuatan yang terbukti nantinya serta mempertimbangkan rasa keadilan publik, termasuk posisi Novel Baswedan sebagai korban saat menjalankan tugasnya menangani kasus korupsi," kata Ali kepada wartawan.

KPK, lanjut Ali, menilai bahwa kasus penyiraman air keras terhadap penyidik lembaga antirasuah merupakan ujian bagi rasa keadilan dan nurani sebagai penegak hukum. Mengenai tuntutan rendah para terdakwa, juru bicara berlatar belakang jaksa ini menyatakan KPK memahami rasa kecewa yang dialami Novel.

"KPK memahami kekecewaan Novel Baswedan sebagai korban terkait tuntutan yang rendah dan pertimbangan-pertimbangan serta amar dalam tuntutan tersebut," ucap Ali.

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap juga angkat suara mengenai tuntutan satu tahun kepada Rahmat dan Ronny. Ia berujar jaksa telah gagal dalam memastikan terwujudnya keadilan bagi korban dalam hal ini Novel.

"Pada kenyataannya, tuntutan rendah terhadap dua terdakwa pelaku yang diduga melakukan penyerangan terhadap Novel Baswedan membuat publik kecewa karena peran untuk memastikan tegaknya keadilan tidak terjadi pada persidangan tersebut," ucap Yudi.

Ia menguraikan implikasi tuntutan rendah terhadap kinerja pemberantasan korupsi. Pertama, berdampak pada tidak ada perlindungan terhadap pekerja yang memiliki tugas memberantas korupsi.

Penyerangan terhadap Novel, tutur Yudi, bukan hanya sekadar teror terhadap personal melainkan juga penyidik KPK yang diberikan mandat oleh negara dalam menjalani fungsinya secara independen.

"Untuk itu, segala serangan tersebut harus dilihat dalam konteks serangan terhadap kerja pemberantasan korupsi sehingga harus ditangani secara serius," imbuhnya.

Dampak kedua adalah tidak terpenuhinya jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM). Kemudian, lanjut Yudi, tuntutan rendah akan berdampak kepada nihilnya upaya untuk mencari aktor intelektual penyerangan.

Mengutip laporan Komnas HAM, Yudi menyinggung soal serangan terhadap Novel merupakan tindakan yang direncanakan dan sistematis yang melibatkan beberapa pihak.

"Tindakan tersebut diduga melibatkan pihak-pihak yang berperan sebagai, satu perencana, dua pengintai dan tiga pelaku kekerasan," tuturnya. []
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita