GELORA.CO - Kasus kekerasan terhadap Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia di kapal asing kembali terjadi. Kali ini, dua ABK yang diketahui warga asal Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sumatera Utara (Sumut) diduga mengalami penyiksaan di kapal Cina, LU QIAN YUA YU 901.
Adalah Andri Juniansyah (30) asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Reynalfi (22) berasal dari Pematang Siantar, Sumatera Utara. Kedua ABK itu melompat ke Selat Malaka karena mengaku tidak tahan dengan penyiksaan yang sering dialaminya.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay mendesak pemerintah untuk memberikan perhatian penuh kepada dua orang Warga Negara Indonesia (WNI) yang mengalami dugaan kekerasan dan melompat ke laut itu.
"Saya dengar, ABK kita itu terjun dari kapal berbendara China. Lagi-lagi, alasannya karena kekerasan. Ini tidak bisa dibiarkan. WNI yang bekerja di kapal-kapal asing wajib dilindungi," tegas Saleh Daulay dalam keterangannya, Senin (8/6).
Menurut Saleh Daulay, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi WNI yang bekerja di kapal-kapal asing.
Pertama, pemerintah diminta menjalin kerjasama dengan pemerintah negara asing yang banyak mempekerjakan WNI. Dalam kerjasama itu diharapkan ada klausul perlindungan bagi WNI.
"Kemanapun kapalnya berlayar, perlindungan penuh harus diberikan," ujarnya.
"Perlindungan itu termasuk upah, jam kerja, jaminan sosial, lembur, kesehatan, makan, istirahat, libur, dan hak-hak pekerja lainnya. Mereka tidak boleh menerima tindak kekerasan dan harus dibayar sesuai dengan kontrak kerja," imbuhnya menegaskan.
Kedua, lanjut Saleh Daulay, pemerintah juga harus memeriksa dan mendampingi seluruh agen pengirim jasa tenaga kerja yang bekerjasama dengan kapal-kapal asing.
"Agen-agen itu tidak boleh lepas tanggung jawab. Mereka diharapkan tetap ikut memantau keadaan para ABK yang dikirim. Jika ada perlakuan yang tidak baik dan tidak benar, mereka harus ikut aktif memberikan perlindungan. Dalam hal ini, tentu bisa dilakukan bersama-sama dengan pemerintah," kata Saleh Daulay.
Selanjutnya, pemerintah juga diminta memberikan sosialisasi dan edukasi kepada para ABK yang bekerja di kapal-kapal sebelum mereka diberangkatkan. Sosialisasi dan edukasi itu terkait dengan hak dan kewajiban pekerja secara umum. Termasuk memberikan informasi tentang sistem pelaporan yang bisa mereka lakukan jika sewaktu-waktu mereka menerima kekerasan.
"Saya melihat, sosialisasi dan edukasi ini masih jarang sekali dilakukan. Padahal, ini salah satu aspek yang penting dilaksanakan dalam melindungi dan menjaga para ABK yang bekerja di laut lepas dalam waktu yang lama," demikian Saleh Daulay yang juga Mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.
Berdasarkan informasi, kedua ABK asal Indonesia itu terapung di laut lepas hampir 7 jam. Selanjutnya ditemukan mengapung di sekitar Perairan STS Internasional, Kepulauan Riau, pada Sabtu (6/6) sekitar pukul 03.00 WIB dini hari oleh nelayan.
Dugaan kekerasan terhadap Andri dan Reynalfi ini terjadi selang waktu satu bulan setelah meninggalnya tiga ABK Indonesia di kapal ikan Cina yang jenazahnya dilarung ke laut. []