GELORA.CO - Rahardjo Pratjihno selaku Direktur Utama PT Compact Microwave Indonesia Teknologi (CMI Teknologi) didakwa melakukan tindakan pidana korupsi pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BCSS) pada Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Tahun Anggaran (TA) 2016.
Rahardjo disebut telah melakukan perbuatan yang merugikan keuangan negara senilai Rp 63.829.008.006,92 sebagaimana laporan hasil audit kerugian negara atas kasus dugaan Tipikor pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) pada Bakamla RI TA 2016 yang dilakukan oleh tim auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya terdakwa sebesar Rp 60.329.008.006,92 dan memperkaya Ali Fahmi Habsyi selaku Staf Khusus bidang perencanaan dan keuangan Kabakamla sebesar Rp 3,5 miliar yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," kata Jaksa Moch. Takdir Suhan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (8/6).
Perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama dengan Bambang Udoyo selalu pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Bakamla RI, Leni Marlena selaku Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Bakamla RI dan Juli Amar Maruf selaku anggota koordinator ULP Bakamla RI.
Jaksa menjelaskan, kasus ini bermula Rahardjo diajak Ali Fahmi mengusulkan pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS. Rahardjo merupakan rekanan terhadap berbagai proyek di instansi pemerintahan.
Rahardjo juga membawa sejumlah perusahaan untuk ikut proses lelang BCSS. Rahardjo dan Ali Fahmi juga kerap bertemu untuk membicarakan komitmen fee terkait proyek tersebut dengan beberapa pihak lainnya.
"Bahwa meski lelang pengadaan belum dilakukan, namun terdakwa selaku Direktur Utama PT CMI Teknologi telah menandatangani surat perjanjian kerjasama dengan Edwin Sudarmo selalu Dirut PT CSE Abiation," jelas Jaksa Takdir.
Pada 16 September 2016, PT CMI Teknologi dinyatakan sebagai pemenang lelang proyek pengadaan BCSS dengan harga penawaran sebesar Rp 397.006.929.000 tanpa melakukan negosiasi dan harga.
Kemudian pada Oktober 2016 Kementerian Keuangan menyetujui anggaran untuk pengadaan BCSS di Bakamla hanya sebesar Rp 170.579.594.000.
"Oleh karena anggaran yang disetujui kurang dari nilai harga perkiraan sendiri (HPS) pengadaan, maka seharusnya lelang dibatalkan dan melakukan lelang ulang," kata Takdir.
"Namun Leni Marlena dan Juli Amar Maruf tidak membatalkan lelang tersebut, tetapi bersama dengan Bambang Udoyo justru melakukan pertemuan design review meeting dengan PT CMI Teknologi terkait adanya pengurangan anggaran yang ditetapkan Kementerian Keuangan dalam pengadaan Backbone," urainya.
Dalam pertemuan itu disepakati penyesuaian nilai pengadaan sesuai dengan anggaran yang disetujui oleh Kementerian Keuangan tersebut.
Kemudian, pada 18 Oktober 2016, Rahardjo dengan Bambang menandatangani surat perjanjian atau kontrak pengadaan BCSS tersebut dengan nilai anggaran seperti yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan.
Selanjutnya, Rahardjo melalui perusahaannya melakukan Subkon sangat pembelian sejumlah barang yang termasuk pekerjaan utama untuk proyek tersebut.
Dari hasil itu, pada Oktober 2016, Rahardjo memberikan uang senilai Rp 3,5 miliar kepada Allah Fahmi melalui Hardy Stefanus sebagai realisasi komitmen fee atas diperolehnya proyek BCSS di Bakamla.
Namun, Rahardjo tidak dapat menyelesaikan proyek tersebut sesuai dengan batas akhir pada 31 Desember 2016. Akan tetapi, Bambang Udoyo selaku PPK Bakamla menyetujui dilakukan pembayaran kepada PT CMI Teknologi sesuai arahan Juli Amar Maruf. Sehingga total pembayaran yang telah dilakukan Bakamla kepada PT CMI senilai Rp 134.416.720.073.
Dari pencairan uang tersebut, ternyata yang digunakan untuk pembiayaan pelaksanaan pekerjaan hanya sebesar Rp 70.587.712.066,08, sehingga terdapat selisih sebesar Rp 63.829.008.009,92 yang merupakan keuntungan dari proyek pengadaan BCSS di Bakamla.
Akibatnya, perbuatan Rahardjo dinilai telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 Jo Pasal 18 subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 Tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. (Rmol)