Diputuskan Bersalah, Jokowi dan Menkominfo Harus Minta Maaf kepada Pekerja Pers dan Masyarakat Papua

Diputuskan Bersalah, Jokowi dan Menkominfo Harus Minta Maaf kepada Pekerja Pers dan Masyarakat Papua

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate diputuskan bersalah oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Jokowi dan Menkominfo terbukti melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua pada 2019.

"Iya, baru diputuskan tadi siang," kata Ketua Umum Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Abdul Manan kepada redaksi, Rabu (3/6).

AJI bersama Pembela Kebebasan Berkresi Asia Tenggara (SAFEnet) Indonesia menggungat kebijakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada tahun lalu. Sebagai tergugat adalah Presiden dan Menkominfo.

"Mengabulkan guguatan para tergugat untuk seluruhnya," isi putusan yang dibacakan Majelis Hakim pada poin pertama.

Dalam putusan perkara nomor 230/6/2019/PTUN-Jakarta itu, hakim juga memerintahkan pemerintah untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.

"Menghukum para tergugat menghentikan dan tidak mengulangi seluruh perbuatan dan/atau tindakan pelambatan dan/atau pemutusan akses internet di seluruh wilayah Indonesia," tuturnya.

Selanjutnya, pemerintah diwajibkan untuk memuat permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia khususnya Papua dan Papua Barat atas kebijakan tersebut secara terbuka di tiga media massa, enam stasiun televisi nasional, tiga stasiun radio selama sepekan. Ini wajib dilakukan maksimal sebulan setelah putusan.

Redaksi permohonan maaf, kami pemerintah RI dengan ini menyatakan: "Meminta maaf kepada seluruh pekerja pers dengan WNI atas tindakan kami yang tidak profesional dalam melakukan pemblokiran layanan data untuk wilayah Papua dan Papua Barat".

Dan apabila pemerintah melakukan upaya banding, hakim menyebut vonis ini tetap dapat dilaksanakan.

"Menyatakan putusan atas gugatan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun ada upaya hukum," kata dia.

Pada 19 Agustus 2019 pemerintah membatasi kebebasan internet warga Papua dan Papua Barat dengan dalih untuk meredam hoax atas kericuhan di dua daerah itu. Pelambatan akses internet berlanjut hingga pemutusan akses internet secara menyeluruh pada 21 Agustus 2019.

Lucunya, kebijakan itu dilakukan hanya melalui siaran pers. Dan seharusnya, pemerintah mengejar akun atau konten yang menyebar hoax tersebut, bukan malah menutup internet yang banyak merugikan masyarakat. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita