GELORA.CO - Kemarahan Presiden Joko Widodo terhadap para menterinya, saat berpidato di dalam rapat kabinet 18 Juni lalu, diapresiasi mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Pasalnya, Din melihat isi pidato Jokowi memiliki sedikit kemiripan dengan persoalan yang tengah digugatnya, yaitu Perppu 1/2020 yang telah menjadi UU 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemik Covid-19 (UU Corona).
"Kami yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Penegak Kedaulatan (KMPK) berterima kasih karena isi pidato itu sejalan dengan sebagian alasan kami menggugat Perppu yang sudah menjadi UU tentang Anggaran Stimulus Ekonomi dan Subsidi bagi Korporasi," ujar Din dalam siaran pers yang diterima redaksi, Selasa (30/6).
Apa yang digambarkan Jokowi dalam pidatonya dengan menyinggung khusus Bidang Kesehatan, dan menilai tidak bekerja secara benar menanggulangi corona, juga menjadi salah satu alasan KMPK menggugat UU Corona.
Sebab Din berpendapat, penggunaan istilah Perppu atau UU Corona sudah jelas tidak tepat, karena alokasi untuk penanggulangan Corona terlalu sedikit di dalam aturan tersebut.
"Apa yang digambarkan oleh Presiden Jokowi dalam pidato itu, umpamanya secara khusus Bidang Kesehatan yang dinilainya tidak bekerja secara benar dalam menanggulangi Covid, sudah kami bayangkan sebelumnya," katanya.
Selain alasan itu, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menerangkan, Perppu atau UU tersebut juga telah menegasi fungsi DPR soal penetapan anggaran negara, dan berakibat kepada runtuhnya kedaulatan hukum dengan memberi kekebalan bagi pejabat-pejabat di bidang keuangan.
"Kami menggugat Perppu Presiden yang dikatakan untuk menanggulangi covid padahal alokasi dana yang disediakan untul itu, menurut Presiden hanya Rp 75 triliun (walau data lain mengatakan 85 triliun atau sekitar 9 persen). Celakanya lagi, penggunaan dana tersebut sampai dengan Juni 2020 hanya 1,6 persen,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Din memandang bahwa kritikannya terhadap pemerintah terkait penanggulangan corona telah terbukti. Karena pemerintah selama ini tidak serius, terkesan meremehkan, dan tidak fokus membantu rakyat untuk terhindar dari infeksi virus asal Kota Wuhan, Hubei, China tersebut.
"Seperti rakyat harus membayar mahal untuk rapid test/swab test, dan tidak peduli terhadap tenaga medis yang banyak menjadi korban mati dalam menjalankan tugas, karena minimnya alat pelindung diri," tuturnya.
"Akan menjadi skandal kalau benar informasi yang beredar bahwa anggaran untuk penanggulangan covid, katanya, sekitar 5 persen disumbangkan kepada BPJS. Padahal BPJS tidak membantu pasien terkena covid," demikian Din Syamsuddin.[rmol]