GELORA.CO - Sejumlah fraksi di DPR tegas mewanti-wanti Menteri Keuangan Sri Mulyani agar hati-hati dalam mengambil kebijakan utang. Mereka bahkan menanyakan langsung cara Kementerian Keuangan dalam mengelola defisit dan pembiayaan anggaran belanja negara.
Sri Mulyani yang hadir dalam rapat paripurna DPR RI, Komplek Parlemen, Senayan, Kamis (18/6), mengapresiasi kekhawatiran para dewan. Terutama mengenai pengelolaan fiskal yang sehat dan berkelanjutan.
Sri Mulyani lalu menguraikan bahwa dalam menjalankan kebijakan pembiayaan utang, ada beberapa prinsip dasar yang dijalankan pemerintah. Diantaranya prinsip kehati-hatian (prudent), kemanfaatan untuk kegiatan produktif (productive), efisien dalam cost of funds (efficiency), dan mempertimbangkan keseimbangan makro (macro equilibrium).
Sementara dalam melakukan pembiayaan utang yang komponennya terdiri dari pinjaman dan SBN (Surat Berharga Negara), Sri Mulyani berjanji akan semaksimal mungkin tetap melakukan pengendalian risiko. Tujuannya agar risiko utang dalam batas aman dan tidak mengganggu sustainabilitas dari APBN.
Salah satu upaya pengendalian yang dijalankan pemerintah adalah dengan tetap memperhatikan rasio utang agar tetap manageable dan memenuhi aspek compliance.
“Yaitu tidak melampaui batas maksimal yang ditetapkan dalam UU 17/2003 tentang Keuangan Negara sebesar 60 persen terhadap PDB serta tetap mempunyai daya saing jika dibandingkan negara-negara yang setara (peer countries),” yakinnya di hadapan para dewan.
Selain itu, lanjut Sri Mulyani, upaya pengendalian risiko atas utang juga akan dilakukan pemerintah dengan menerapkan disiplin secara ketat pada penerbitan SBN yang akan diupayakan berada dalam tren required yield yang terus menurun sejak tahun 2021 dan pada tahun-tahun selanjutnya.
“Dalam konteks good governance, pemerintah juga akan melakukan penguatan dalam standar penerapan manajemen risiko utang terutama dalam proses asesmen dan protokol mitigasi ketika deviasi dalam indikator kinerja utang mengalami pelebaran,” tandasnya. []