GELORA.CO - Politikus Partai Demokrat, Rachland Nashidik, mengaku heran dengan langkah pemerintahan Jokowi-Ma’ruf menahan tujuh orang sebagai tahanan politik yang saat ini menjalani proses hukum di Balikpapan, Kalimantan Timur. Tujuh tahanan politik itu adalah mahasiswa dan aktivis Papua yang menggelar aksi demontrasi menentang rasialisme pada 2019 lalu.
Rachland menjelaskan, tahanan politik atau prisoner of conscience adalah warga yang dibui karena perbedaan pandangan dengan pemerintah. Tapol sudah dihapus pada 1998 saat BJ Habibie menjadi pemimpin. Namun dia mengaku heran karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru memulai lagi atau menghidupkan kembali tapol itu.
“Siapa sangka kini di era Jokowi dimulai lagi. Presiden Jokowi pada 2015 memberi grasi dan membebaskan lima kombatan OPM pelaku serangan ke gudang senjata di markas Kodim Wamena pada 2003. 2020: Kenapa Jokowi biarkan mahasiswa Papua didakwa separatis dan dibui belasan tahun hanya karena aksi protes damai menentang rasisme?” ucap Rachland melalui akun Twitter-nya.
Dia lalu mengingatkan bahwa Indonesia sejak 1999 meratifikasi ke dalam hukum nasional. Konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial. Ia meminta agar hal diperhatikan secara seksama.
“Mohon Bapak Ibu penegak hukum ingat itu. Bagus bila menyempatkan membacanya ulang. Papua butuh empati, bukan represi, Anda,” ucap dia.
Sebelumnya, Ketua BEM Universitas Cenderawasih Ferry Kombo didakwa pasal makar dengan tuntutan 10 tahun penjara. Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ferry dan enam tahanan politik Papua lainnya dengan hukuman bervariasi.
Ketua BEM universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Alex Gobay dituntut 10 tahun penjara, Hengky Hilapok dituntut 5 tahun penjara, Irwanus Urobmabin dituntut 5 tahun penjara. Kemudian, Wakil Ketua II badan Legislatif United Liberation Movement for West papua (ULMWP) Buchtar Tabuni dituntut 17 tahun penjara, Ketua KNPB Mimika Steven Itlay dituntut 15 tahun penjara, dan Ketua Umum Komite Nasional Papua barat (KNPB) Agus Kossay dituntut 15 tahun.
Ferry dan keenam rekannya itu kini dititipkan di Rumah Tahanan Klas II B Balikpapan, Kalimantan Timur dengan alasan keamanan. Mereka menjalani proses peradilan dengan berkas yang berbeda satu sama lain di Pengadilan Negeri Balikpapan sejak januari 2020 lalu. []