GELORA.CO - Direktur Eksekutif Center for Budjet Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi menyatakan tantangan debat 'terbuka' soal utang negara dari Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan (LBP) sebaiknya tidak usah diladeni oleh siapapun. Soalnya, hanya menghabiskan energi dan pikiran saja.
"Tidak akan menghasilkan apa-apa bila debat itupun berlangsung," ujar Uchok, Jumat (12/6/2020).
Menurutnya, sebuah tantangan berdebat dengan LBP itu tidak seserius wajahnya. Hal itu bisa disimak dan diikuti pernyataan-pernyataan ini. Hari ini LBP mengeluarkan tantangan debat. Lalu besok direvisi dengan seenaknya saja oleh Juru bicara (Jubir) Menko Maritim, bahwa LBP bukan menantang tapi mengajak duduk bareng untuk diskusi konstruktif, supaya bisa menjadi feedback yang bermanfaat bagi pembangunan Indonesia.
"Tuh kan. Belum saja tantangan debat terlaksana, tiba-tiba sudah ada revisi atas sebuah statemen. Dan revisi dari tantangan ke diskusi benar-benar memperlihatkan ketidakseriusan. Jangan-jangan hal seperti ini disengaja agar membikin publik pusing tujuh keliling," jelasnya.
"Supaya tidak bisa membedakan mana yang main sandiwara, dan mana pernyataan yang benar. Mana yang punya jabatan Menko, mana yang hanya punya jabatan Jubir," lanjut mantan pendiri LSM Fitra ini.
Lebih lanjut Uchok mengatakan, yang harus digaris bawahi dan tidak bikin puyeng publik adalah kekuasan yang luar biasa yang dimiliki oleh seorang jubir atas seorang menteri. Di mana jubir dapat secara langsung meralat pernyataan Menko yang berpangkat jenderal secara terbuka ke publik.
"Hal ini memperlihatan bahwa yang benar itu seorang jubir bukan seorang menteri. Benar-benar keren jabatan seorang Jubir," ucap dia.
Di sisi lain, sepertinya jabatan Jubir di jajaran Menko Kemaritiman dan Investasi lebih hebat daripada Jubir Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman. Di mana Jubir Presiden ini tidak bisa berbuat apa-apa ketika sebuah pernyataan Fadjroel Rachman dianggap salah dan perlu diluruskan oleh Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.
"Seorang Fadjroel Rachman harus menurut kepada kemauan seorang menteri. Kalau Fadjroel Rachman tidak patut dan menurut, bisa dipecat dengan tidak hormat dari Jubir Presiden," jelas Uchok.
Kemudian daripada itu, lanjut dia, cerita para jubir ditinggalin dulu. Lanjut kepada tantangan debat dari LBP atau ajakan diskusi dari Jubir Menko yang barangkali bukan merupakan sebuah kegiatan intelektual. Kalau boleh membayangkan kegiatan ajakan diskusi ini lebih menakutkan.
"Ketika proses diskusi sedang berlangsung dan ada peserta yang salah-salah ngomong dalam proses diskusi tersebut, bisa-bisa disuruh minta maaf atau kalau tidak mau, bisa dilaporkan ke polisi seperti Said Didu lantaran ada perbedaan pendapat," tandasnya.
Bagi Uchok, memang melaporkan Said didu ke polisi bukan dilatarbelakangi dari sebuah diskusi. Ini gara-gara sebuah video berjudul "MSD: Luhut hanya pikirkan uang, uang, dan uang". Video ini hanya bagian dari kritik atau perbedaan pendapat seperti hasil dari sebuah diskusi.
"Sebaiknya kasus seperti ini, tidak perlu sampai ke tangan polisi. Cukup diselesaikan dengan cara intelektual seperti di diskusikan," katanya.
Ini artinya, Uchok menilai, seorang LBP yang senang mengajak orang untuk berdiskusi atau debat intelektual sebenarnya tidak pantas "mempolisikan" Said Didi yang tidak punya kekuasaan apa-apa. Menurutnya, bila tidak senang dengan video Said Didu bisa 'cuekin' saja atau ajak berdiskusi minta penjelasan secara pribadi.
"Bukan melaporkan ke Badan Reserse Kriminal Polri yang merupakan cara untuk memaksa seseorang melalui jalur hukum dan kekuasaan agar bisa ditaklukan," papar dia.
Selanjutnya, jika LBP hanya melakukan somasi, bukan melaporkan ke polisi masih bisa dipahami oleh akal sehat. Bisa-bisa seorang LBP dianggap sebagai orang yang amat sangat bijak mempergunakan somasi sebagai sarana untuk berdiskusi untuk minta penjelasan.
Katanya, saling terbuka itu penting dan sangat menyenangkan daripada mempergunakan lembaga kepolisian untuk membenci seseorang. "Apalagi LBP ini, dimana-mana selalu bilang bahwa dia sangat mengagumi sosok almarhum Gus Dur. Meskipun sangat mengagumi, ternyata LBP tidak memahami sosok seorang Gus Dur. Dimana Gus dur setiap hari dikritik dan dihina tetapi semua diterima dengan lapang dada. Tidak ada dendam, malahan memberikan maaf kepada orang orang yang membencinya," ungkapnya.
Begitu juga Gus Dur tidak pernah menagih maaf kepada orang yang melakukan kritik atau menghinanya. Uchok menilai, pantang bagi seorang Gus dur melakukan somasi atau mempenjarakan orang-orang yang menghina dan
Hal ini dianggap kurang bermanfaat bagi perkembangan nadi demokrasi kita. Selain itu, Gus dur masih menganggap, kita ini lagi belajar berdemokrasi. Biarkan hinaan dan kritikan jadi pelajaran untuk kita bersama. "Gitu saja kok repot," ketus Uchok menirukan Gus Dur.
Jadi dari cerita Gus dur seperti di atas, sambung dia, seharusnya LBP bisa mempraktikkan dengan lebih baik. Penghinaan atau kritik dalam video tersebut kepada LBP itu masalah kecil yang tidak perlu dipersoalkan. Jangan sedikit-sedikit tersingung, langsung lapor ke polisi. Tidak sehat buat perjalanan demokrasi kita.
"Lihat Gus Dur dan keluarganya, berkali kali dikritik atau dihina tidak membuatnya mereka begitu repot sampai melaporkan ke polisi," katanya.
Maka untuk itu, seorang LBP harus semakin dewasa sebagai tokoh publik atau sebagai pejabat yang paling tertinggi negara ini. Apalagi saat ini, yang namanya LBP itu menjadi sorotan bagi publik. Statemen-statemen memang banyak membuat marah dan 'gemes' masyarakat.
"Tapi itu, biarpun statemen membuat marah, ada ketegasan dan kepastian di lapangan bila LBP yang memberikan pernyataan. Tidak seperti pejabat tinggi yang lain, ngomongnya saja mencla mencle, bisa berubah-ubah setiap waktu, dan tidak bisa dipegang sebagai sebuah kebijakan," pungkasnya. (*)