GELORA.CO -Pidato marah-marah Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet 18 Juli lalu bermuara dari kelakuan sejumlah menteri di kabinetnya yang tidak serius menanggulangi dampak pandemik virus corona baru (Covid-19).
Meski sebagai pihak yang mengapresiasi sikap Jokowi tersebut, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin juga berharap agar Jokowi bisa bersikap selayaknya presiden-presiden RI sebelumnya.
"Adalah arif bijaksana jika Presiden Jokowi dapat mengambil hal terbaik dari para pendahulunya, yang dengan segala kekurangan dan kelebihan masing-masing, mereka secara relatif menampilkan kenegarawanan. Indonesia memang meniscayakan kepemimpinan negarawan," ujar Din Syamsuddin dalam siaran pers yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (30/6).
Maka dari itu, Ketua Dewan Pengarah Koalisi Masyarakat Penegak Kedaulatan (KMPK) ini memberikan sejumlah usulan, yang dangan hal ini Jokowi bisa bertindak sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negara yang arif dan bijaksana, seperti para pendahulunya.
"Masalah yang ada perlu diatasi dengan mengedepankan dialog. Namun dialog perlu bersifat dialogis (dialogical dialogue), yakni dialog yang bertumpu pada ketulusan, kejujuran, keterbukaan, dan untuk mencari jalan keluar," ungkapnya.
Selain itu, Din Syamsuddin juga berharap kepada Jokowi dan jajaran kabinetnya untuk bisa menerima berbagai macam kritikan, khususnya yang terkait pandemik virus corona baru (Covid-19).
"Galanglah kebersamaan seluruh elemen bangsa. Tidak ada salahnya untuk mendengar aspirasi rakyat apalagi yang kritis. Karena boleh jadi dalam kritik itu ada solusi yang bersifat konstruktif," ucapnya.
Namun salah adanya menurut Din Syamsuddin jika aspirasi yang disampaikan masyarakat dibungkam, baik dengan penyebaran agitasi dan fitnah oleh para buzzer bayaran, ataupun kriminalisasi rakyat kritis dengan menggunakan kekuasaan.
Oleh karena itu, dalam suasana penuh keprihatinan sekarang ini, Jokowi diharapkan mampu untuk tidak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang kontroversial, dan apalagi melanggar Konstitusi.
Bahkan secara terbuka Din Syamsuddin meminta, agar Presiden bisa menunda dulu pembentukan undang-undang dan kebijakan yang bertentangan dengan aspriasi rakyat, tidak berpihak kepada rakyat banyak, dan apalagi hanya memberi keuntungan kepada segelintir pengusaha.
Sebagai contohnya, mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menyebutkan UU tentang Minerba yang menurutnya jelas-jelas hanya menguntungkan tujuh korporasi. Kemudian UU 2/2020 yang sangat potensial penyelewengan dan penumpukan utang negara. Atau bahkan RUU Omnibus Law Ciptaker yang lebih menguntungkan pengusaha dan merugikan kalangan pekerja atau buruh.
"Di atas semua itu, Presiden perlu memastikan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan sesuai dengan nilai-nilai dasar dalam Pancasila dan UUD 1945. Setiap gejala dan gelagat penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 harus segera dicegah," imbau Din Syamsuddin menutup.(rmol)