GELORA.CO - Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta DPR segera mencabut pembahasan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) agar penolakan masyarakat tak semakin meluas.
"Cabut secepatnya pembahasan ini sehingga tidak terjadi peristiwa-peristiwa lain di luar itu," ujar Anwar saat dihubungi, Jumat (26/6).
Dalam aksi tolak RUU HIP, Rabu (24/6) lalu, sempat diwarnai pembakaran bendera bergambar palu arit yang identik dengan simbol komunis serta bendera PDIP.
Anwar menuturkan, jika pembahasan soal RUU HIP tak segera dihentikan maka protes dari masyarakat akan terus muncul. Ia khawatir protes itu akan merembet ke persoalan lain yang tak relevan.
"Setop saja pembicaraan RUU HIP. Kalau masih ngotot ya, akan terjadi terus seperti ini. Kita kan ingin negeri ini aman, tentram, damai," katanya.
Ia menegaskan DPR sebagai pengusul merupakan pihak yang bertanggung jawab atas pembahasan RUU tersebut. Anwar meminta agar masyarakat yang memprotes tak disalahkan.
"Jangan yang buat masalah disalahkan. Penyebab masalah itu yang harus dipermasalahkan, kan mereka yang mengusulkan," ucap Anwar.
MUI sendiri sebelumnya telah menyampaikan Maklumat Dewan Pimpinan MUI Pusat dan MUI Provinsi se-Indonesia mengenai pembahasan RUU HIP.
Dalam maklumat tersebut, MUI menduga RUU HIP ingin melumpuhkan unsur Ketuhanan pada sila pertama Pancasila secara terselubung. MUI juga menilai, unsur-unsur pada RUU HIP ingin menyimpangkan makna Pancasila, yang ditunjukkan dengan upaya memecah Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila.
"RUU HIP ini kan isinya macam-macam, maka jangan dibuat tafsir-tafsir baru soal Pancasila," tuturnya.
Aksi demo menolak RUU HIP diketahui berujung pembakaran bendera bergambar palu arit dan PDIP. Pembakaran bendera PDIP ini pun berbuntut panjang.
PDIP menyatakan bakal menempuh jalur hukum terkait pembakaran bendera partai berlogo banteng moncong putih tersebut.
Sementara terkait pembahasan RUU HIP, pemerintah telah meminta menunda pembahasan tersebut di DPR. Namun sejumlah fraksi di DPR menyebut masih menunggu surat resmi dari pemerintah terkait penundaan. []