GELORA.CO - Wacana mengenai pemakzulan Presiden Joko Widodo masih ramai diperbincangkan banyak pihak.
Isu yang berawal dari pernyataan Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens ini dianggap oleh banyak kalangan sebagai sesuatu yang belum mungkin terjadi.
Namun Direktur Eksekutif Center of Public Policy Studies (CPPS) Bambang Istianto memiliki pandangan yang berbeda. Sebab dia melihat kondisi pandemik virus corona baru atau Covid-19 membuka setiap potensi terjadi.
"Dalam politik sesuatu yang tidak mungkin dalam waktu singkat berubah jadi mungkin," ujar Bambang Istianto, Selasa (9/6).
Indikasi kemungkinan terjadinya kudeta, terang Bambang, bisa dicermati dari faktor internal yang berkembang saat ini.
Ia mengurai, faktor internal seperti munculnya faksi-faksi dalam kekuasaan memberikan sinyal yang menginginkan terjadinya pergantian kekuasaan.
Di samping itu, melemahnya kapasitas pemerintah dalam menanggulangi pandemi Covid-19 berdampak serius terhadap terpuruknya kondisi makro maupun mikro ekonomi dalam negeri.
Kedua hal tersebut menurut Bambang semakin menggerus kepercayaan publik kepada pemerintah.
"Kemudian ditambah kelompok penekan bersuara semakin kencang, mulai dari kampus UGM melalui webinar yang bertajuk "pemakzulan presiden" juga menghangatkan suhu poltik di Indonesia," lanjut dosen pascasarjana UPN Veteran Jakarta ini.
Bambang juga menyebutkan, penegakan hukum yang dilakukan pemerintah juga bisa jadi pemicu kudeta pemerintahan. Faktor ini bisa menjadi push factor pemakzulan tersebut.
"Kasus hukum yang menimpa seorang pemberani seperti Ruslan Buton menuntut mundur presiden Joko Widodo melalui medsos menjadi indikasi reaksi publik semakin mengeras," sebutnya. [rmol]