GELORA.CO - Pernyataan provokatif bernada kebencian dan hasutan disampaikan salah satu Dosen Universitas Indonesia (UI), Ade Armando.
Ia menyebut mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dengan sebutan "Si Dungu" serta menyebut ormas Muhammadiyah telah menggulirkan pemakzulan Presiden RI dalam hal ini Jokowi.
Tudingan Ade Armando dinilai tidak berdasar dan cenderung fitnah. Bagaiamana tidak, jam terbang seorang tokoh nasional sekaliber Din Syamsuddin yang kerap mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.
Juga, ormas Muhammadiyah yang jauh sebelum republik Indonesia lahir di muka bumi telah berkontribusi untuk kemaslahatan manusia, justru dianggap Ade Armando berorientasi sempit.
"Entah ada angin apa tiba-tiba Ade Armando mengunggah poster kegiatan MAHUTAMA (Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah) yang bertajuk kemungkinan pemakzulan presiden di tengan pandemik. Kebetulan keynotenya adalah Prof. Din Syamsuddin Ketum PP Muhammadiyah 2005-2015. Dalam captionnya, Ade Armando mengatakan bahwa Muhammadiyah ingin memakzulkan presiden dan Din Syamsuddin dungu," ujar Sekjen DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Robi Karman, Senin (1/6).
"Siapa yang dungu sebenarnya?," imbuhnya menegaskan.
Robi Karman mengurai, menjadi keliru jika Ade Armando mengkritik secara membabi buta diskusi daring bertajuk "Menyinggung Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19" yang digelar oleh MAHUTAMA dan Kolegium Jurist Institute adalah diinisiasi ormas Muhammadiyah
"Yang benar adalah MAHUTAMA, komunitas ahli hukum tata negara yang berafiliasi kepada Muhammadiyah," tegasnya.
Terlebih, kata Roby Karman, diskusi tersebut tidak lahir di ruang hampa, melainkan sebuah respons atas peristiwa sebelumnya yakni ada upaya intimidasi diskusi dan teror kepada panitia diskusi bertajuk sama di Universitas Gadjah Mada (UGM).
"Mahutama, hanya ingin menunjukan bahwa kebebasan pendapat mesti mendapat tempat dalam demokrasi," kata Robi Karman.
"Diskusi dengan tema pemakzulan berbeda dengan upaya pemakzulan," imbuhnya menegaskan.
Apalagi, sambungnya, yang didiskusikan adalah soal aturan hukum dan pendekatan teoritis dalam konteks sosial-politik ekonomi ditengah pandemi Covid-19 yang dihadapi oleh seluruh masyarakat Indonesia.
"Kita boleh tidak setuju tema diskusi ini diangkat saat pandemik. Namun harus tetap disampaikan secara baik dan argumentatif. Bukan dengan teror atau dengan mendungukan orang lain," ucap Robi Karman.
Lebih jauh daripada itu, Muhammadiyah telah berdiri jauh sebelum bangsa ini lahir yakni pada 1912. Juga, tokoh-tokoh Muhammadiyah sekaliber Profesor Dr Din Syamsuddin yang tidak perlu diragukan lagi rasa kebangsaannya.
"Silahkan Bung Ade langsung bertabayyun dan silaturahim jika memang ada yang kurang sreg di hati. Yang jelas ketika ada tokoh Muhammadiyah bersikap oposan, jangan samakan dengan oposan-oposan yang hanya mengacaukan atau merecoki pemerintah," tuturnya.
"Semoga Bung Ade membaca surat terbuka ini dan mau mencabut kembali pernyataannya," demikian Robi Karman.
Senada, Ketua Umum DPP IMM Najih Prasetyo menegaskan bahwa pihaknya menyesalkan pernyataan provokatif bernada kebencian dari orang yang disebut-sebut sebut sebagai Akademisi seperti Ade Armando.
Menurutnya, meskipun kebebasan berpendapat dari Ade Armando juga dilindungi Undang-undang, namun dia harus melek sejarah bahwa Muhammadiyah jauh ada sebelum Republik Indonesia dan Ade Armando sendiri lahir ke muka bumi. Juga, kontribusinya, kepada umat dan bangsa tidak bisa diukur lagi.
"Kebebasan berpendapat harus dibatasi dengan nilai dan etika sosial. Segala bentuk perbedaan perlu disampaikan dengan diksi yang baik dan menyeru untuk berlomba dalam kebaikan. Berbagai bentuk provokasi maupun kritikan sarkasme, bagaimanapun akan menunjukkan kualitas pribadinya yang tidak akan jauh berbeda. Muhammadiyah adalah bentuk pengabdian yang luhur terhadap bangsa dan negara Indonesia, dalam berkiprah terlebih dalam mengabdi," ujar Najih Prasetyo kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu, Senin (1/6).
Najih mendukung sepenuhnya apa yang dilakukan oleh Pemuda Muhammadiyah yang telah melakukan somasi kepada Ade Armando untuk meralat ucapannya dan menghapus postingan Facebook pribadinya itu.
Jika dalam waktu tujuh jam tidak melakukan permintaan maaf dari yang bersangkutan akan diseret ke ranah hukum sekalipun.
"Sebagai contoh yang baik bagi anak-anak muda seperti kami, harusnya Ade Armando memberikan contoh yang baik untuk selalu mengedepankan prinsip andap asor dan menghormati tokoh bangsa siapapun itu. Urusan langkah yang diambil Pemuda Muhammadiyah kami akan selalu mendukung apa yang baik untuk membela senior kami," demikian Najih Prasetyo.(rmol)