GELORA.CO - Mantan komisioner KPK (2011-2015), Abraham Samad, menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada penyerang Novel Baswedan telah melukai rasa keadilan masyarakat. Dia juga menganggap penegak hukum tengah bersadiwara dan tidak memiliki niat untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Abraham Samad menceritakan, kasus teror terhadap pegawai KPK sudah terjadi dulu. Ia mencontohkan saat ia pertama kali menjabat sebagai Komisioner di KPK. Kala itu salah seorang penyidik KPK diteror oleh orang tak dikenal hingga masuk rumah sakit. Namun, sampai saat ini pelaku penyerangan tidak pernah ditangkap.
“Apa yang dialami Novel ini adalah buah dari tidak pernah adanya keinginan kuat dari pemerintah atupun dari negara untuk mengungkap berbagai macam teror yang terjadi sebelumnya. Teror yang berlangsung itu tidak pernah diungkap, pelakunya pun tidak pernah dibawa ke pengadilan,” kata Abraham dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (19/6).
Penegakan hukum yang tidak berlandaskan pada keadilan itu membuat pelaku teror terhadap pegawai KPK tidak pernah kapok. Bahkan, tindakan teror terus berulang karena pelaku merasa mendapat perlindungan.
“Sehingga apa yang terjadi? Teror itu akan berulang. Karena pelaku berasumsi bahwa ketika kita melakukan teror terhadap orang tertentu itu akan ‘dilindungi’ oleh negara.Tidak ada upaya negara untuk mengungkap orang yang sedang berjuang dalam penegakan hukum itu sendiri,” ucap dia.
Dia lalu mencontohkan serangan air keras yang menimpa Novel Baswedan. Penyerang Novel bersembunyi hampir tiga tahun. Namun, saat pelaku ditangkap pun, publik bisa menilai kalau itu adalah sandiwara.
“Contohnya, kasus Novel hampir tiga tahun baru kemudian pelakunya ditemukan. Itu pun ketika sudah ditemukan masyarakat bertanya tanya semua, anak SD-nya saja menganggap ini sebuah sandiawara. Jadi betapa kasarnya sandiwara hukum yang dipertontonkan kepada kita semua,” ucapnya.
Tunutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada penyerang Novel semakin memperjelas sandiawara itu. Pasalnya, dua polisi aktif yang menjadi terdakwa, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis, hanya dituntut 1 tahun penjara.
“Yang terjadi dalam kasus Novel adalah pengingakaran terhadap keadilan itu sendiri. Bayangkan betapa melukai rasa keadilan kita dilukai terhadap apa yang terjadi saat ini,” ucapnya. (*)