GELORA.CO - Pekerjaan Mohammad Yahya harus siap selama 24 jam. Yahya, panggilan akrabnya bertugas di bagian pemulasaraan jenazah pasien COVID-19, yang meninggal dunia di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, Kabupaten Blitar.
Sejak 16 Maret 2020, tugas tambahan itu diembannya saat negara memutuskan Indonesia darurat Corona. Disebut tambahan, karena Yahya biasanya hanya bekerja selama 8 jam per hari. Walaupun sama dibagian pemulasaraan jenazah, namun penanganan jenazah Corona butuh ekstra jam kerja dan kehati-hatian yang tinggi.
Pukul 02.47 WIB handphone pria ini berbunyi. Di ujung telepon, ada pemberitahuan untuk segera datang ke tempatnya bekerja. Ada informasi, satu PDP meninggal dunia.
Pria berusia 56 tahun inipun bergegas bangun. Hanya membasuh muka dan berganti baju kerja, dia langsung menyalakan motor dan mengendarai seorang diri menyibak kabut jalanan di antara areal persawahan di Wlingi.
"Begitu datang di ruang instalasi jenazah, seluruh bagian badan disemprot disinfektan. Cuci tangan kemudian memakai APD lengkap yang harus terpakai dengan baik dan benar," kata bapak tiga anak ini kepada detikcom, Jumat (8/5/2020).
Dengan memakai APD secara baik dan benar, Yahya merasa sudah aman. Tak ada sedikitpun terbersit rasa khawatir akan terpapar virus Corona, jika dia sudah membentengi diri dengan pakaian APD lengkap ini.
Pertama kami tayamumkan jenazah dari debu yang menempel di tembok. Kemudian baju yang dipakai terakhir jenazah tidak kami lepas tapi disemprot disinfektan merata. Lalu dibungkus plastik, didisinfektan lagi, baru dikafani dan didisinfektan lagi. Lalu jenazah dimasukkan kantong jenazah terus didisinfektan lagi. Dimasukkan peti kayu lalu diisolasi menyeluruh baru disalatkan," jelasnya dengan detail.
Yahya punya tanggung jawab moral untuk memastikan jika jenazah Corona harus diperlakukan secara layak sampai proses penguburannya. Pria yang sejak 1992 mengabdi di rumak sakit rujukan penanganan COVID-19 ini, bahkan sering ikut ke pemakaman dan memasukkan peti jenazah ke liang lahat.
Hingga hari ini, Yahya sudah menangani lima jenazah Corona. Yakni pasien dari Kecamatan Ponggok, Selopuro, Kesamben, Garum dan Wlingi. Setiap mendapat tugas, Yahya selalu bercerita kepada keluarganya. Karena keluarganya juga punya kesepakatan bersama saat Yahya menerima tugas menangani jenazah Corona.
Sebenarnya begitu selesai menangani jenazah Corona itu, tubuh kami kan basah oleh keringat. Jadi begitu melepas APD ya langsung mandi keramas. Tapi nanti sampai rumah, saya ya harus mandi keramas lagi. Untuk memastikan saya tidak carrier dan keluarga saya tetap aman," tandas lulusan D2 sekolah keperawatan di Kediri ini.
Yahya bertugas di ruang jenazah sejak tahun 2010. Sebelumnya, dia bertugas di ruang bedah sejak tahun 2003. Mentalnya sangat teruji saat berhadapan dengan tubuh manusia yang sudah tak bernyawa. Baginya, jenazah juga manusia. Yang membedakan, hanya saja jenazah sudah selesai urusannya di dunia. Apakah Yahya pernah punya pengalaman melihat penampakan, adalah pertanyaan jamak yang kerap diterimanya. Namun jawabannya selalu sama.
"Ndak pernah itu mbak. Apa mungkin hantunya yang takut sama saya hahahaa," pungkasnya tertawa lebar.(dtk)