GELORA.CO - Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 diperkirakan akan kembali melebar dari ketentuan Peraturan Presiden 54/2020 sebesar 5,07% terhadap PDB atau mencapai Rp 852,9 triliun.
Pelebaran defisit APBN tak main-main, yakni bisa mencapai 6,7 persen terhadap produk domestik bruto.
"APBN bisa defisit Rp 1.028,5 triliun atau 6,72% dalam rangka memerangi dan mendorong ekonomi agar bertahan di tengah tekanan virus corona dan diharapkan bisa pulih lagi," ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (SMI) dalam konferensi yang digelar secara daring, Senin (18/5).
Merespons pelebaran defisit tersebut, Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM), Iwan Sumule mengaku tak kaget.
"Semakin berani bilang 'defisit'. Sebab Perppu 1/2020 tak lagi memberi batasan maksimal defisit keuangan negara. Bisa sesukanya," kritik Iwan Sumule di akun Twitternya.
Hal ini pun menjadi keprihatinan tersendiri lantaran nilai defisit sangat jauh dari ketentuan dalam undang-undang yang belakangan diperbaharui pemerintah.
Iwan Sumule menjabarkan, awalnya ketentuan batas defisit keuangan negara tidak boleh melebihi 3 persen terhadap PDB. Hal itu tertuang dalam UU 17/2003. Namun seperti diketahui, Perppu tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan telah melonggarkan ketentuan defisit APBN tersebut selama tiga tahun, yakni pada 2020, 2021, dan 2022.
Melihat kemungkinan defisit yang mencapai 6,72 persen tersebut, Ketua DPP Gerindra itu pun menilai pemerintah telah gagal mengelola keuangan negara.
"Pengelolahan bobrok. Akhiri atau bangkrut!" tandasnya. (Rmol)