GELORA.CO - Kekacauan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah pusat terjadi karena tidak adanya data utuh milik pemerintah yang benar-benar sesuai dengan klasifikasi penerima bantuan.
Kekacauan tersebut mencuat ke publik usai sejumlah kepala daerah hingga tingkat desa protes dan mengeluhkan penerima bantuan yang tidak sesuai dengan data warga terdampak virus corona baru (Covid-19) yang dimiliki daerah.
"Pangkal muasal masalah ini dimulai tidak adanya data utuh soal klasifikasi penerima bantuan," ucap peneliti senior Institut Riset Indonesia (Insis), Dian Permata kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (4/5).
Ia membeberkan sengkarutnya pembagian bansos yang beredar di media sosial. Di mana kata Dian, banyak foto atau gambar yang memperlihatkan sejumlah rumah layak huni diberi stiker penerima manfaat program keluarga harapan (PKH).
Bahkan banyak juga stiker penerima manfaat PHK memiliki sebuah mobil yang diparkir di dalam rumah.
"PKH ini adalah salah satu program, core bussines Kementerian Sosial. Sejatinya, ini adalah program lanjutan dari rezim terdahulu. Jika demikian, maka idealnya ada perbaikan data dari waktu ke waktu," jelas Dian.
Sedikit contoh tersebut menurut Dian, menunjukkan ada keengganan pemerintah untuk memperbaharui data-data sebelumnya.
Ini bertolak belakang dengan semangat Presiden Jokowi yang berulang kali memberikan pernyataan soal revolusi Industri 4.0 atau Indonesia adalah market special startup yang berhubungan dengan data. Artinya, tidak nyambung apa mau presiden dan menteri," terang Dian.
"Apalagi, sudah menjadi rahasia umum jika kementerian yang memiliki program seperti ini menjadi rebutan partai politik. Karena itu, tidak heran ada satire bahwa kementerian model ini dapat setengah tiket ke parlemen," tutupnya. (Rmol)