GELORA.CO - Peringatan hari buruh atau May Day kali ini berbeda dari biasanya. Setiap tahun, peringatan ini selalu berhasil menurunkan ratusan ribu buruh ke jalan berjuang menyampaikan aspirasi mereka mengenai pemenuhan hak buruh.
Tahun ini berbeda, jalanan benar-benar sepi. Para buruh mengurungkan niat mereka untuk demo di jalan. Salah satu alasan terkuat yang berhasil menggagalkan aksi demo mereka adalah virus Corona.
Meskipun, para serikat buruh berdalih bahwa alasan mereka tidak demo adalah wujud empati kepada kerja keras pemerintah dan tim medis, tetap saja, Corona jadi dalang utamanya.
Akan tetapi, bukan kealpaan demo yang jadi perkara. Melainkan semakin banyak nasib buruh yang menjadi korban karena Corona. Di saat seperti ini pula mereka tak bisa menuntut banyak apalagi sampai menggelar aksi demo ke jalan.
Sebagaimana diketahui, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan hingga 19 April 2020 lalu setidaknya ada 1,94 juta pekerja dari 114.340 perusahaan yang sudah dirumahkan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) gara-gara virus Corona.
Ditambah lagi, banyak di antara para pekerja tersebut yang sudah tidak digaji lagi atau dipotong gaji hingga setengahnya serta THR ditangguhkan sampai batas waktu yang tak pasti. Sedangkan, bagi yang di-PHK tidak mendapat pesangon.
Oleh karenanya, para serikat buruh, meski tak menggelar aksi demo, mereka sepakat untuk tetap menggelar kampanye lewat media sosial. Tujuannya ialah untuk menuntut hak-hak buruh yang 'diabaikan' selama pandemi.
Poin utama yang ingin mereka suarakan ialah meminta seluruh pelaku usaha untuk tetap membayar pesangon kepada karyawannya yang di-PHK. Demikian juga menggaji penuh dan membayar THR kepada karyawan yang dirumahkan.
"Saat ini kita sudah darurat PHK tapi bukan berarti data yang diajukan Kementerian Ketenagakerjaan ini kita telan mentah-mentah. Jangan sampai data-data yang bombastis ini dijadikan dalih agar orang yang di PHK itu tidak dibayar pesangon dengan alasan COVID-19. Kita tidak mau itu atau kalaupun ada yang dirumahkan upahnya tidak dibayar penuh atau THR nya tidak dibayar penuh, kita menolak sikap itu," ucap Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam konferensi pers bertajuk MPBI Soal Omnibus Law dan May Day 2020, Rabu (29/4/2020).
Selain itu, mengingatkan pemerintah agar secara tegas menghentikan segala aktivitas pekerjaan. Lantaran, menurut KSPI masih banyak buruh yang masih bekerja aktif di lapangan selama pandemi Corona. Akibatnya, banyak pula buruh yang positif virus Corona bahkan sampai meninggal dunia.
"Sudah banyak yang kena COVID-19 seperti di Denso Indonesia, PT Eds Manufacturing Indonesia (PEMI), kemudian di Jakarta, Yamaha Music, itu perusahaan-perusahaan raksasa, sudah pada kena COVID-19 dan meninggal buruhnya," sambungnya.
Untuk itu, meski tak jadi menggelar demo turun ke jalan pada peringatan May Day per 1 Mei 2020 mendatang, pihaknya tetap menuntut pemerintah agar tegas meliburkan para buruh tersebut. Akan tetapi, ia juga berharap agar buruh yang diliburkan tersebut tetap digaji penuh demi bertahan hidup dan menjaga daya beli.
"Liburkan buruh, coba dicari solusinya liburkan buruh dengan dibayar upah penuh dan THR penuh," imbaunya.
Tak hanya itu, para buruh juga akan tetap meminta pemerintah untuk menarik kembali draft Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang sudah sampai ke DPR RI. Mereka ingin draft itu ditarik dan dibahas ulang dengan melibatkan unsur serikat buruh dalam tim perumus RUU tersebut.
Serikat buruh meminta pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden Indonesia (Keppres) terkait pelibatan serikat buruh dalam tim perumus Omnibus Law tersebut. Sehingga, kemudian akan muncul draft RUU Cipta Kerja yang baru yang diterima seluruh pihak masyarakat.(dtk)