GELORA.CO - Pemprov Jabar, DKI Jakarta dan Banten sepakat mengusulkan pengendalian penyebaran COVID-19 di Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line ke pemerintah pusat. Kesepakatan itu muncul menyusul ditemukannya penumpang positif COVID-19 di KRL.
Pada Jumat (8/5/2020), Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan bupati/walikota di Bodetabek serta Sekda Banten menggelar konferensi video. Dalam kesempatan itu Emil, sapaan Ridwan, menyoroti KRL yang menjadi tempat berkerumun warga.
"Kita tahu COVID-19 ini penyakit kerumunan. Di mana ada kerumunan, di situ ada COVID-19. Nah, salah satu kelompok kerumunan adalah KRL," ujar Emil dalam keterangan pers, Sabtu (9/5/2020).
Ia berujar, sebelumnya sudah menyetujui usulan pertama para wali kota/bupati Bodebek untuk menghentikan KRL. Namun, Kementerian Perhubungan tetap mengizinkan KRL beroperasi.
"Sekarang mengemuka lagi (penghentian KRL), saya juga sangat mendukung. Karena problem-nya adalah OTG (Orang Tanpa Gejala). Jadi, walau sudah ada protokol kesehatan (di KRL), OTG ini tidak ketahuan padahal ada virus. Yang menjadi fundamental juga adalah yang mencari nafkah di Jakarta, selama kantornya memang masih buka, maka alasan dia untuk bepergian itu tidak bisa dihindari," ujar Kang Emil.
Emil meminta Pemprov DKI Jakarta dan pemda di Bodetabek untuk kembali mengajukan penghentian operasional KRL, berdasarkan data dan fakta penyebaran COVID-19 di layanan transportasi publik. Emil pun meminta Pemprov DKI Jakarta membuat kebijakan untuk perusahaan yang masih beroperasi di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mendata karyawannya tinggal di luar Jakarta. Sehingga didapat data jumlah penumpang KRL sekaligus mempermudah aturan yang dibuat.
Kemudian, Emil mengusulkan dua opsi bagi perusahaan yang masih beroperasi saat PSBB. Di antaranya menjemput karyawan dan menggelar tes dengan metode PCR yang hasilnya menjadi dasar keputusan dibuka atau ditutupnya perusahaan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menuturkan bahwa pengendalian pergerakan orang dari luar Jakarta ke Jakarta dan sebaliknya harus menjadi perhatian utama untuk mencegah penyebaran COVID-19. Namun, fakta di lapangan, meskipun telah diterapkan PSBB dan kebijakan larangan mudik, memasuki minggu kedua Ramadan ini pergerakan orang ke Jakarta atau sebaliknya masih terjadi.
"Kami mengundang beberapa ahli epidemiologi, mereka menunjukkan potensi penyebaran (COVID-19) apabila pergerakan penduduk antar wilayah itu dibiarkan," tutur Anies.
"Ada dua pergerakan, pergerakan di dalam Jabodetabek yang harus dikendalikan umumnya lewat KRL. Lalu yang kedua adalah pengendalian pergerakan dari Jabodetabek ke luar Jabodetabek. (Apabila tidak dikendalikan) konsekuensinya kenaikan kasus (positif COVID-19) di daerah," katanya.
Anies mengungkapkan soal aturan berkaitan pergerakan orang masuk Jabodetabek. "Kita akan membuat aturan bahwa orang harus memiliki surat izin untuk masuk-keluar wilayah Jakarta. Yang akan saya usulkan surat izin keluar masuk wilayah Jabodetabek, sehingga untuk bepergian itu harus membawa surat izin itu," ujar Anies menambahkan.
Wali kota Bogor Bima Arya mengatakan 30 persen warga Bogor yang terinfeksi COVID-19 adalah pengguna transportasi publik ke Jakarta, salah satunya KRL. "Sebagian itu terpapar karena ada konektivitas dengan Jakarta dan sekitarnya. Jadi, sebagian besar itu ada kaitannya dengan Jakarta, entah bekerja di Jakarta atau pasangannya bekerja di Jakarta atau pernah mengunjungi Jakarta," kata Bima.(dtk)