GELORA.CO - Larangan mudik yang diberlakukan pemerintah dalam upaya pencegah penyebaran virus corona baru (Covid-19) hingga kini masih menuai polemik.
Beberapa pihak menilai larangan tersebut melanggar hak asasi manusia lantaran mudik sudah menjadi budaya masyarakat Tanah Air, namun beberapa lainnya berpandangan lain.
"Dalam kondisi normal, larangan mudik melanggar HAM. Tapi bisa dibenarkan ketika negara sudah dinyatakan darurat kesehatan masyarakat," kata pakar hukum tata negara, Refly Harun di akun Twitternya merespons pro-kontra larangan mudik, Jumat (1/5).
Pembenaran tersebut dilandasi dengan Undang-Undang 6/2020 tentang Kekarantinaan Kesehatan di mana uu tersebut pula yang dipakai pemerintah dalam menentukan sanksi bagi pelanggar larangan mudik.
"Legitimasinya di UU 6/2018 berkaitan dengan karantina wilayah. Jangan diplesetkan lagi ya. Salam sehat selalu," tegas Refly.
Akan tetapi, dalam kaitannya dengan UU tersebut, negara juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan kebutuhan dasar masyarakat yang tak bisa melakukan mudik atau pulang ke kampung halaman.
"Terutama mereka yang memang rentan secara ekonomi. Misalnya mereka yang sudah hilang pekerjaan tapi tak bisa pulang kampung," demikian Refly Harun. (Rmol)