GELORA.CO - Kekecewaan terhadap kebijakan Presiden Joko Widodo yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan tak bisa ditutup-tutupi masyarakat
Terlebih keputusan yang tertuang dalam Perpres 64/2020 tersebut dikeluarkan tak lama setelah putusan Mahkamah Agung yang menganulir kenaikan BPJS Kesehatan yang sebelumnya ditetapkan pemerintah.
"Saya kecewa dengan keputusan ini karena ketika dalam situasi di tengah pandemik Covid-19, rakyat tertekan dan sangat lama di rumah karena PSBB, ekonomi juga menurun. Ditambah lagi problem kenaikan BPJS Kesehatan yang membebani masyarakat," kata Koordinator ProDEM Sulawesi Selatan, Ibrahim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (15/5).
Adapun kenaikan iuran BPJS ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 5 Mei lalu.
Isinya, iuran bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 150 ribu atau 87,5 persen per orang per bulan. Kemudian iuran peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 100 ribu atau 96 persen per orang per bulan.
Serta iuran bagi peserta mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 35 ribu atau 37,25 persen per orang per bulan yang berlaku mulai 2021.
Baginya, hal ini sangat memberatkan masyarakat di tengah hantaman krisis ekonomi karena pandemik Covid-19 ini.
"Jangan memberat-beratkan rakyat di situasi kondisi seperti ini. Seharusnya rakyat membutuhkan perhatian pemerintah di tengah pandemik Covid-19 ini," tandasnya. (Rmol)