GELORA.CO - Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menyiapkan langkah untuk mengizinkan kelompok usia muda atau di bawah 45 tahun bisa kembali bekerja di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Namun, ancang-ancang ini menuai polemik dari berbagai pihak. Seperti apa pro-kontra rencana tersebut?
Rencana itu awalnya disampaikan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo usai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (11/5/2020). Doni mengatakan Jokowi meminta pihaknya menyiapkan skenario yang berhubungan dengan keseimbangan.
"Kita tetap menjaga masyarakat untuk tidak terpapar virus Corona, tetapi juga kita harus berjuang secara keras agar masyarakat tidak terpapar PHK," kata Doni dalam konferensi pers virtual.
Salah satunya dengan mempersilakan masyarakat berusia 45 tahun ke bawah beraktivitas kembali. Hal itu untuk mengurangi potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah pandemi virus Corona.
Kelompok ini tentunya kita berikan ruang untuk bisa beraktivitas lebih banyak lagi, sehingga potensi terkapar karena PHK akan bisa kita kurangi," ujarnya.
Doni menjelaskan terdapat kriteria masyarakat dalam potensi terpapar virus. Kelompok paling rentan adalah usia lanjut yang terbagi dalam 60 tahun ke atas dan berusia 46-59 tahun. Kelompok rentan ini menjadi fokus pemerintah agar dijaga potensi penularannya.
"(Usia) 60 tahun ke atas risiko kematian adalah 45%. Kemudian kelompok usia 46 sampai dengan 59 tahun tetapi memiliki penyakit penyerta atau komorbit antara lain hipertensi, diabet, jantung, PPOK penyakit paru obstrasi kronis yang biasanya karena kebiasaan merokok," terangnya.
Sementara untuk kelompok warga usia di bawah 45 tahun dianggap memiliki kerentanan yang rendah. Kalaupun terpapar virus, kelompok ini tidak gampang jatuh sakit.
"Sedangkan kelompok muda usia di bawah 45 tahun, mereka adalah secara fisik sehat, mereka punya mobilitas yang tinggi, dan rata-rata kalau toh mereka terpapar, mereka belum tentu sakit. Mereka tidak ada gejala," tuturnya.
Rencana Usia di Bawah 45 Tahun Bisa Bekerja Tuai Kritik
Pakar Epidemiologi dari FKM UI, Pandu Riono, mengkritik pernyataan Doni. Menurutnya, pemerintah seharusnya mengizinkan warga bekerja berdasarkan jenis pekerjaan, bukan kelompok usia.
"Pelonggaran itu tentu jenis-jenis pekerjaan tertentu yang kurang berisiko, diizinkan secara bertahap, bukan serentak. Jadi bukan berdasarkan usia, (tapi) berdasarkan jenis pekerjaan tertentu," ujar Pandu ketika dihubungi, Senin (11/5/2020).
Ia menyebut pekerjaan seperti petani atau nelayan dianggap sebagai pekerjaan dengan risiko kecil terpapar virus. Sementara, buruh pabrik memiliki risiko tinggi.
Pandu mengatakan pernyataan Doni kurang lengkap, kebijakan tersebut terkesan setengah-setengah. "Seharusnya membicarakannya itu satu paket sekaligus, kapan mau dilonggarkan? bagaimana persyaratannya? jenis pekerjaannya apa yang dilanggarkan dan dimudahkan?" kata Pandu.
Kalau kayak begini kan seakan-akan semua jenis pekerjaan di bawah usia 45 tahun itu sampai umur berapanya kan nggak jelas juga," tuturnya.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) turut menanggapi pernyataan Doni. IDI menekankan adanya protokol kesehatan di setiap perusahaan jika aturan tersebut diberlakukan.
"Tentunya harus ada upaya-upaya yang dilakukan, misalkan protokol di dalam melakukan pekerjaan," ujar Sekjen PB IDI Adib Khumaidi, saat dihubungi, Senin (11/5/2020).
Adib mencontohkan seperti protokol penggunaan masker dalam bekerja. Lalu, adanya peraturan physical distancing atau jaga jarak selama bekerja.
Harus ada evaluasi, harus menyeluruh terlebih dahulu sebelum membuat kebijakan, supaya kemudian harus disiapkan dulu yang namanya protokol-protokol itu," kata Adib.
Ia khawatir jika pemerintah hanya membuat kebijakan berdasarkan data kerentanan usia di bawah 45 tahun, maka akan melahirkan potensi sumber penularan baru.
"Sebuah upaya kebijakan harus ada langkah-langkah atau kajian yang lebih komprehensif terkait juga urusan mempersiapkan untuk masyarakat kembali seperti biasa maka harus ada protokol-protokol yang disiapkan terlebih dahulu," ungkap Adib.
"Fasilitas kesehatan juga harus diperkuat," lanjutnya.(dtk)