Perppu Corona Jadi UU, Fungsi Kontrol DPR ke Presiden Dipertanyakan

Perppu Corona Jadi UU, Fungsi Kontrol DPR ke Presiden Dipertanyakan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - DPR menyetujui Perppu Corona menjadi undang-undang, minus persetujuan Fraksi PKS. Kompaknya DPR dinilai patut dicurigai karena banyak penolakan terhadap Perppu itu, terutama soal isu korupsi di Perppu itu.
"Hampir setiap Perppu yg dikeluarkan selalu 'dipersoalkan' oleh masyarakat, dan menimbulkan kontroversi di tengah-tengah masyarakat, tetapi begitu Perppu masuk ke DPR hampir tidak ada perdebatan dan lolos dengan mudah," kata pakar hukum tata negara Prof M Fauzan kepada detikcom, Jumat (15/5/2020).

Dalam kacamata guru besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu, sedikitnya ada 3 alasan mengapa DPR tidak melakukan perdebatan serius. Pertama, kuatnya soliditas antara eksekutif dan kekuatan politik yang ada di DPR, tanpa reserve apapun kehendak Presiden disetujui.

Jika ini yg terjadi, maka berbahaya karena bisa jadi fungsi ideal DPR akan hilang, yakni fungsi kontrol/pengawasan, dan pada akhirnya DPR hanya akan sebagai alat legitimasi setiap tindakan dan keinginan Presiden. Atau bisa jadi ini menunjukan hilangnya kekuatan penyeimbang atau 'oposisi' di Parlemen," cetus Prof Fauzan.

Kedua, kata Prof Fauzan lagi, bisa jadi materi muatan Perppu memang sesuai dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Yang dapat ditangkap oleh anggota DPR, sehingga pertentangan dan diskusi materi tidak terjadi.

"Namun yang menjadi pertanyaan, apakah cukup waktu DPR untuk 'merekam' dan mengetahui secara pasti denyut dan keinginan masyarakat dalam waktu yang relatif cepat? Jika itu yang terjadi, maka DPR telah mampu menjadi representasi rakyat yang sebenarnya," papar Prof Fauzan.

Ketiga, ujar Fauzan melanjutkan, kemungkinan adanya sikap masa bodoh yang penting disetujui saja.

"Dan jika memang ada anggota masyarakat yang mempersoalkan disahkannya Perppu menjadi UU, masih ada mekanisme konstitusional, yakni melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi," tuturnya.

Sebagaimana diketahui, Perppu Corona dinilai memiliki pasal yang 'membolehkan korupsi' di masa krisis.

Pasal yang dimaksud tertuang dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Pasal 27 Perppu Nomor 1 tahun 2020 berbunyi:

(1) Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.

(2) Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(3) Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita