GELORA.CO – Pengamat Sosial Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI), Rissalwan Habdy Lubis, mengeritik wacana pemerintah new normal atau tatanan normal baru di tengah pandemi coronavirus disease 2019. Ia melihat pemerintah lebih mengutamakan kepentingan segelintir elit dengan dalih menolong rakyat
“Saya melihatnya demikian (mengutamakan kepentingan elit atau oligarki). Mementingkan elit dengan dalih menolong rakyat yang sedang sulit,” ucap Rissalwan, Rabu(27/5).
Rissalwan menilai, pemahaman new normal pemerintah dengan konteks new normal yang dimaksud dalam pemulihan pandema berbeda. Sama halnya ketika Presiden Joko Widodo membedakan antara mudik dengan pulang kampung.
“Jadi narasi new normal yang dimaksud pemerintah itu lebih fokus pada bagaimana kembali menghidupkan perputaran ekonomi. Sementara dalam konteks penanganan wabah/pandemi, new normal itu adalah gaya hidup baru setelah wabah menurun tapi belum hilang sepenuhnya,” ucap dia.
Dia menegaskan, dalam kedua konteks tersebut belum tepat saat ini diterapkan. Apalagi dalam konteks logika pemerintah yang lebih fokus pada aspek ekonomi daripada mencegah penyebaran Covid-19.
“Jadi memang harus menunggu kurva kasus corona menurun dan melandai dulu. Jika dipaksakan sekarang, justru kurva kasus corona akan naik terus,” ucap Rissalwan.
Rissalwan mengaku heran sebab pemerintah telah mengeluarkan Perppu No.1/2020 dengan anggaran Rp405,1 triliun untuk menjaga stabilitas keuangan dan ekonomi Indonesia. Tapi, justru pemerintah saat ini melepas tanggung jawab ke publik dengan cara new normal.
“Justru harusnya dipertanyakan dong revisi defisit anggaran dan alokasi dana ratusan triliun untuk Covid-19 yang tidak diawasi dan tidak bisa dituntut secara pidana tersebut. Uangnya untuk apa? Tetapi bangun ibukota baru? Kok pemerintah punya agenda yang lebih mementingkan urusan sekelompok elit daripasa keselamatan rakyat banyak,” ucap Rissalwan.(*)