Penulis: Asyari Usman
Banyak orang yang bersepakat bahwa revisi UU KPK adalah langkah yang menghancurkan lembaga antikorupsi itu. Tetapi, apakah penghancuran KPK itu konstitusional atau tidak? Pastilah konstitusional. Legal, 100 persen. Penghancuran KPK itu sah. Presiden tidak melanggar UU dengan revisi itu.
Kemudian, banyak pula orang yang menilai pemilihan pimpinan KPK berlangsung dengan cara akal-akalan. Nah, konstitusional atau tidak?
Sangat konstitusional. Siapa bilang tidak? Semua prosedur penyeleksian calon pimpinan mengikuti aturan yang berlaku. Tidak ada yang dilanggar. Tetapi, hebatnya, bisa terbukti prediksi banyak orang bahwa Firli Bahuri pasti terpilih sebagai ketua KPK. Meskipun banyak pihak yang berkeberatan terhadap rekam jejak beliau ini.
Pokoknya, semua dibuat konstitusional. Semua dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum.
Sekarang, apa akibatnya? Anda semua pahamlah. Lembaga antikorupsi ini menjadi mandul. Tidak ada lagi OTT. Korps para koruptor dan veteran korupsi bisa tidur nyenyak. Tidak ada lagi yang mereka takuti.
Seterusnya, penerbitan Perppu 1/2020 (Perppu Corona). Konstitusional atau tidak? Jawabannya, mana ada orang yang mengatakan tidak? Semua fraksi di DPR menerima Perppu itu, kecuali fraksi PKS. Jadi, seribu persen konstitusional.
Tapi, apa yang digariskan oleh Perppu Corona itu? Perppu ini menetapkan bahwa semua pemegang otoritas yang terkait dengan penggunaan dana sebesar 405 triliun yang disediakan untuk mengatasi dampak Covid-19, tidak dapat dituntut pidana atau perdata jika mereka melakukan kesalahan. Begitulah bunyi Pasal 27 Perppu Corona.
Mantap apa tidak? Tentu sangat menyenangkan. Khususnya bagi orang-orang yang telah menyiapkan ‘road map’ penilapan dana besar itu. Mereka akan menyiapkan langkah-langkah pencolengan yang tak terasa sebagai pencurian. Semuanya ‘masuk akal’. Kalau pun nanti ada yang berbau koruptif, kembali saja ke pasal 27 Perppu Corona. Pasal inilah yang membuat para koruptor menjadi ‘orang keramat’. Tak bisa disentuh hukum.
Kita lanjutkan lagi. Memberikan kekuasaan besar dan luas kepada Menko Luhut Pandjaitan, konstitusional atau tidak? Jawaban singkatnya, murni konstitusional. Tidak ada yang ditabrak. Dan ini hak prerogatif presiden. Tidak ada yang bisa mempersoalkannya. Karena itu, apa saja yang dicampuri oleh Luhut, tidak menyalahi aturan.
Nah, mengapa begitu banyak orang yang terganggu oleh kekuasaan superior itu? Karena cara ini tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance). Tetapi, semua ini konstitusional. Anda merasa terganggu, itu urusan Anda.
Lalu, Presiden Jokowi mengangkat staf khusus (stafsus) milenial. Konstitusional atau tidak? Tentu saja tidak ada pasal UU atau UUD yang dilanggar. Tetapi, bagaimana dengan segala macam kontroversi yang melibatkan para stafsus milenial itu? Bahkan ada yang mundur karena konflik kepentingan?
Tidak ada masalah. Begitu mereka mundur, semua selesai. Semua konstitusional. Bagaimana dengan proyek Kartu Prakerja 5.6 triliun yang melibatkan salah seorang stafsus yang mundur? Juga tidak ada persoalan. Sudah sesuai konstitusi, kok. Mau apa lagi?
Terus lagi, Presiden Jokowi memberikan keistimewaan kepada China untuk banyak hal. Apakah langkah ini bertentangan dengan konstitusi? Tentu tidak. Mau seratus persen perdagangan dan investasi asing itu dikuasai China, tidak ada masalah. Semuanya sesuai dengan aturan. Cuma, dengan nalar yang sehat, pastilah Anda merasa heran.
Anda khawatir pengistimewaan terhadap China bisa membahayakan Indonesia karena bisa saja negara komunis itu membawa masuk komunisme. Baik secara terang-terangan maupun secara halus. Anda mencemaskan hegemoni China. Hegemoni ekonomi, ideologi dan kebudayaan.
Bagi para penguasa, silakan saja Anda merasa waswas atau cemas. Tetapi, semua yang mereka lakukan dalam kaitan dengan kehadiran China di Indonesia tidak melanggar konstitusi. Semua konstitusional.
Sekarang, kita ringkaskan. Revisi UU KPK menyakitkan hati tetapi konstitusional. Penerbitan Perppu Corona penuh dengan kontroversi tetapi konstitusional. Pemberian kekuasaan masif kepada Luhut tak sesuai dengan prinsip ‘good governance’ tetapi konstitusional. Pengangkatan stafsus, konstitusional. Pengistimewaan China yang sangat mencemaskan tetapi juga konstitusional.
Kalau begini hancurlah bangsa dan negara Indonesia?
Sebentar! Memangnya Indonesia tidak bisa dihancurkan secara konstitusional? Bukankah ini yang sedang Anda saksikan?
Agak sok-sok filosofis sedikit, di dalam hidup ini ada bab tentang baik dan buruk. Gembira dan sedih. Membangun dan menghancurkan. Nah, saat ini kita sedang berpangku tangan melihat orang-orang yang menghancurkan Indonesia secara konstitusional. (*)