GELORA.CO - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mempertanyakan maksud Presiden Jokowi agar masyarakat berdamai dengan virus corona. Di tengah tingginya penularan berdamai dengan corona tentu tidak relevan.
“Namanya virus gak akan hilang, tapi bukan sekarang disuruh berdamai. Masa berdamai di tengah tingginya angka penularan dan kematian akibat Covid-19,” kata Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Angelo Wake Kako, Selasa(19/5).
Ia pun mengingatkan bahwa momentum berdamai dengan virus corona hanya bisa dilakukan ketika pandemi sudah melandai.
Angelo menilai sekarang ini belum saatnya berdamai dengan corona, apalagi di tengah tingginya angka penularan dan kematian akibat Covid-19.
“Ajakan pemerintah berdamai dengan virus corona merupakan bentuk ketidakmampuan negara dalam menjamin kehidupan warganya,” ujar senator asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.
Sejak penetapan status darurat nasional yang akan berakhir di penghujung Mei ini, kata dia, belum ada tanda-tanda perubahan yang menjanjikan melalui intervensi negara karena grafik angka positif corona masih mengalami peningkatan yang signifikan setiap harinya.
“Menyuruh warga negara berdamai dengan corona, berarti kita mengakui bahwa kita kalah dalam pertarungan ini,” katanya.
Lebih lanjut, Angelo menilai sejak awal pemerintah seperti kurang serius dengan mengeluarkan kebijakan yang bertolak belakang ketika virus corona mulai muncul, seperti pemberlakuan tiket murah, dan subsidi bagi sektor usaha penerbangan dan mengabaikan persiapan infrastruktur kesehatan yang mumpuni untuk menghadapi Covid-19.
“Sejak awal tahun, ketika corona belum teridentifikasi di Indonesia, pemerintah bukannya gelontorkan uang untuk persiapan fasilitas kesehatan, malah memberikan subsidi untuk perusahaan penerbangan untuk menggenjot pariwisata. Padahal waktu yang cukup dua bulan untuk kita persiapkan fasilitas kesehatan sebelum corona teridentifikasi di Indonesia awal Maret 2020,” katanya.
Meski demikian, Angelo kembali mengingatkan bahwa momentum untuk berdamai dengan virus pasti ada, tapi bukan sekarang, melainkan nanti ketika kurva melandai dalam beberapa bulan ke depan.
“Nanti ada saatnya ketika kurva melandai, baru kita diajak berdamai, sembari mempersiapkan masyarakat untuk memulai sesuatu yang baru di masa depan,” kata lulusan Magister Ketahanan Nasional, Universitas Indonesia itu. (*)