GELORA.CO - Penentangan terhadap Omnibus Law terus dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat. Hal ini sebagaimana disampaikan Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI).
Wakil Ketua KPBI, Jumisih, mengungkapkan alasan ikut terlibat menggugat Surat Presiden (Surpres) Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Dijelaskannya, nasib buruh ke depan jika RUU Ciptaker rupanya menjadi pendorong KPBI untuk melayangkan gugatan ini.
"Saya ingin menjelaskan apa saja subtansi yang selama ini kita tentang. Yang pertama adalah terkait dengan bagaimana proses awalnya kami sebagai serikat buruh tidak dilibatkan dalam proses ini," ujar Jumisih dalam konferensi pers virtual, Minggu (3/5/2020).
Dikatakan Jumisih, memang selama ini pemerintah kerap menyampaikan bahwa serikat buruh dilibatkan dalam pembahasan penyusunan RUU Ciptaker. Namun, nyatanya hanyalah ajang sosialisasi belaka.
Pada praktiknya, menurut Jumisih, tidak ada informasi lanjutan dari pemerintah kepada serikat buruh. Setelah itu, dengan sangat tiba-tiba draft RUU Ciptaker terbentuk, dan DPR diminta untuk membahasnya melalui Surpres.
"Inilah yang membuat penolakan oleh kami, karena kita hanya dijadikan sebagai objek yang menerima sosialisasi, tetapi tidak diberi kesempatan untuk memberikan masukan," ungkapnya.
Pemerintah, kata Jumisih tidak pernah mendengar masukan-masukan yang sudah disampaikan serikat buruh. Walhasil, subtansi yang ada sekarang dirasa sangat merugikan kelompok buruh.
Hal ini, kata dia, selalu terjadi berulang-ulang, termasuk saat pemerintah menetapkan 127 anggota Satuan Tugas (Satgas) Bersama Pemerintah dan Kadin untuk konsultasi publik Omnibus Law, terdiri dari perwakilan kementerian atau lembaga terkait, pengusaha, kepala daerah, akademisi dan tokoh masyarakat.
Lanjutnya, pembentukan Satgas sesuai salinan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 378 Tahun 2019, tentang Satuan Tugas Bersama Pemerintah dan Kadin untuk Konsultasi Publik Omnibus Law, menunjukkan pemerintah tidak partisipatif.
"Dalam hal ini adalah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Nah, dari 127 orang itu semuanya adalah akademisi dan para pengusaha dan pemerintah, jadi tidak ada satupun serikat buruh," tegasnya.
Sebelumnya, empat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Untuk Demokrasi mendaftarkan gugatan terhadap rencana pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja (Ciptaker) ke PTUN pada Kamis 30 April 2020.
Empat LSM itu, yakni Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).
"Yang menjadi objek gugatan dalam PTUN ini adalah Surat Presiden (Surpres) yang dikirimkan kepada DPR pasa tanggal 12 Februari 2020," ujar Tim Advokasi untuk Demokrasi, Arif Maulan dalam konferensi pers hari ini.
Arif menerangkan, pihaknya mengugat Surpres RUU Ciptaker lantaran pada tahap mekanismenya telah cacat prosedur, yakni dalam proses dan perencanaan penyusunan RUU ini dilakukan secara tertutup, dan tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. (*)