GELORA.CO – Kedatangan 500 tenaga kerja asing (TKA) dari China ke Indonesia di tengah wabah virus corona (Covid-19), terus menuai kritik. Banyak yang marah, karena pemerintah bersikukuh untuk ingin mendatangkan para pekerja asing itu.
Namun yang mesti diwaspadai oleh pemerintah adalah munculnya kemarahan yang radikal di tengah-tengah masyarakat. Mengingat saat ini situasinya sedang dalam kondisi yang berbeda dari biasanya.
"Polemik ini akan terus berlanjut dan bisa saja meradikalisasi kemarahan rakyat Indonesia secara lebih luas jika kemudian pemerintah memaksakan diri membuka pintu terhadap kedatangan 500 TKA dari China tersebut. Pemerintah harus lebih sensitif memahami suasana kebatinan masyarakat," jelas Ketua Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Razikin, Selasa 5 Mei 2020.
Sebanyak 500 TKA direncanakan untuk masuk ke salah satu perusahaan di Sulawesi Utara. Namun masyarakat di sana hingga pemerintah daerahnya, menolak. Razikin mengatakan, pemerintah pusat tidak perlu bersikukuh. Harus memberi kepastian ke masyarakat daerah untuk membatalkan atau mungkin menunda.
Menurutnya wajar jika ada penolakan luas terhadap kedatangan TKA China itu. Ia melihat, persoalannya sebenarnya adalah mewabahnya Covid-19 dengan penyebaran yang sangat cepat di seluruh dunia, membuat masyarakat semakin khawatir dengan kehadiran orang asing. Apalagi dari China, dimana sumber virus ini berasal.
"Semua orang harus dicurigai berpotensi penyebar Covid-19, karena itu semua orang harus dihindari, itu makna filosofi dari PSBB. Harusnya pemerintah lebih paham, bukan justru mengundang orang," katanya.
Lanjut Razikin, alasan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan, yang menyebut kedatangan 500 TKA itu untuk mempercepat pembangunan proyek sehingga masyarakat akan cepat memperoleh manfaatnya, tidak tepat. Saat ini, kata dia, yang dibutuhkan masyarakat adalah terbebas dari Covid-19. Urusan nyawa mereka yang harus terselamatkan dari keganasan virus ini.
"Masa kita lebih mengutamakan kepentingan perusahaan-perusahaan itu dan mengorbankan kesatuan kita sebagai bangsa," katanya.
Apalagi keinginan untuk mendatangkan 500 TKA China itu, hanya untuk memenuhi keinginan segelintir pihak saja untuk melakukan eksploitasi. Menurut dia, tidak boleh pemerintah menganggap dirinya paling keras bekerja mensejahterakan rakyat.
"Sekarang bukan zaman lagi pemerintah mengklaim pihak satu-satunya yang mengetahui kebutuhan rakyat. Karena rakyatlah yang paling tahu kebutuhannya, karena itu dengarkan suara rakyat," ujarnya.(*)